Lelaki Penakluk


Lelaki Penakluk


Lelaki itu kembali menyembunyikan senyumnya.

Ini sudah kali ke sekian dia disambut secara berlebihan di rumah seseorang yang baru saja dia kenal. Bahkan kali ini mungkin terlalu.

Di hadapannya terhidang secangkir mint tea dengan brownies kukus yang lezat. Kemudian semangkuk buah-buahan segar yang ditata demikian unik. Ada juga kudapan lain yang tak kalah nikmat.

Dia menyandarkan punggungnya. Siapa yang tidak terpikat dengannya? Gumamnya dalam hati. Dia nyaris sempurna.


Itu dia katakan karena tidak ingin berpikir kalau dia adalah sosok sempurna. Ya, menurut teman dekatnya dia belum sempurna. Belum utuh. Ibaratnya sebuah belanga, dia masih tak bertutup.

Seorang lelaki paruh baya duduk tidak jauh darinya. Beruban, berkacamata, dengan sorot mata berwibawa. Bajunya menunjukkan kalau dia bukan orang sembarangan. Batik tulis sutra handmade asli Pekalongan.

Sudah agak lama lelaki tua itu memandangi dirinya lekat-lekat. Sesekali matanya bergerak memandangi lembaran kertas folio yang dia pegang.

Sebuah ‘proposal pribadi’ yang dia kirim ke beberapa teman dan ustaz kepercayaannya. Beberapa teman laki-lakinya selalu mengeluhkan keadaan yang dia alami saat ini.

“Kamu tidak akan bisa bicara. Lidahmu akan terasa kelu dan kaku.”

“Aku  tidak suka jika mereka menelitiku sedemikian rupa.”

“Mereka akan selalu bertanya, kerja di mana? Sudah punya rumah?"

“Pendidikan kamu apa?”

“Mereka akan melipat muka jika jawaban kamu tidak sesuai dengan rumus sukses!”

Tapi keluhan-keluhan itu tidak akan keluar dari bibirnya. Karena dia mengenggam rumus sukses itu.

“Baiklah Nak, kamu boleh datang kesini lagi!”

Seperti dugaanku. Bisik lelaki itu bangga.

Tidak akan ada yang bisa menolak kehadiranku, siapapun dia. Karena aku nyaris sempurna. Sukses dengan masa depan cerah.

Lelaki tua itu mengulurkan tangannya. Dia menyambut hangat dengan wajah meyakinkan.

Bahkan juga lelaki tua yang sombong ini.

Dengan sopan dia meninggalkan ruang tamu mewah itu. Meninggalkan jejak-jejak diri yang akan selalu merekam pesonanya. Pesona yang tidak akan bisa dibiarkan begitu saja.

Lelaki tua sombong itu akan memohon padanya. Jadilah menantuku, Nak!

Tapi tidak semudah itu.

Pajero-nya bergerak pelan menjauhi rumah raksasa itu.

Seperti yang lainnya saja. Katanya bosan.

Entahlah dia merasa semua terlalu mudah untuknya. Banyak teman-teman kerja di kantornya bercerita berlebihan tentang perjuangan mereka mencari istri.

Dia sering mengibaratkan mereka terlalu mendramatisir keadaan. Buktinya, walaupun usia nya tidaklah bisa dikatakan muda, dia masih saja menjadi sosok yang didamba sekian perempuan yang dikenalnya.

Tapi, tidak ada satupun yang menarik perhatiannya. Juga putri lelaki tua yang dikunjunginya tadi.

Gadis kikuk itu. Ternyata putri seorang yang berada. Aku cuma ingin membuatnya gelisah dan berharap. Tidak lebih.

Terdengar aneh memang. Tapi ia punya alasan untuk itu.

Dia tidak suka cara gadis itu berbicara.

Menekuk wajah dengan jarak sekian seolah menganggapnya tak ada. Padahal semua perempuan yang dikenalnya di departemen itu selalu mencari cara untuk menarik perhatiannya.

Dia tidak rela jika ada yang menyalahi hukum alam yang dibuatnya itu. Karena semua harus tahu, bahwa dialah lelaki penakluk di sana.

****** 

Ini sudah pertemuan kelima. Lelaki itu merasa harus segera mengakhiri cerita yang sengaja dia hadiahkan untuk gadis kikuk itu. Ia tidak ingin menghabiskan banyak waktu lagi di rumah itu.

“Mimpi itu datang lagi,” katanya kemudian.
 
 “Maksud antum, Akhi?”

Lelaki itu mengamati gadis di hadapannya. Masih saja menekuk wajah. Dia mengeluh, tapi dia yakin warna wajah gadis itu akan berubah.

“Yah, seperti yang pernah saya ceritakan kemarin. Saya bermimpi melihat Anda  lalu ada yang mengatakan pada saya 'Dia mungkin bukan jodohmu,' tak lama kemudian saya seperti bertengkar hebat dengan seseorang dan semua gelap," lelaki itu dengan nada prihatin bercerita. 

Dia kembali menatap lekat wajah gadis dihadapannya. Tidak ada yang berubah.

Hening. Ruangan seolah membeku.

Hanya detak jam kuno berukiran jati yang tampak mencolok di ujung ruangan. Pembantu tua yang menemani mereka bergumam tidak jelas. Gadis itu menyuruhnya untuk tenang.

“Itu hasil istikharah antum ya?” gadis itu bertanya dengan nada datar. Tapi, lelaki itu berharap mendengar nada luka disana.

“Saya tidak tahu, tapi setiap kali salat, malamnya saya selalu bermimpi hal yang sama,” katanya menghindar.

Sebenarnya dia sudah sering menggunakan alasan itu untuk menolak dan menunjukkan ketidaksukaannya pada seseorang.

Hanya dengan alasan istikharah dan mimpi buruk semua perempuan yang ia temui akan mengerti. Dia tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Kali ini dia yakin gadis itu juga begitu.

“Sebenarnya saya juga sudah beberapa kali istikharah. Saya memohon petunjuk Allah. Seperti antum saya juga bermimpi.”

“Ohya?” lelaki itu tampak terkejut. Gadis ini ingin berkata apa lagi?

“Ya, tapi mimpi saya indah. Seorang lelaki datang menemui saya dan memberi sebuah baju hangat seperti semacam jaket, berwarna merah jambu, lalu dia berkata 'Insya Allah, saya akan melindungimu.' Itu adalah hal yang paling indah yang pernah saya dengar,” gadis itu menutup ceritanya tanpa beban.

Tidak ada luka yang dilihatnya tadi. Yang ada hanya harapan. Lelaki itu merasa bahwa gadis itu berusaha menahan dirinya di rumah mewah itu.

“Ah, Non ini … piye tho? Mimpi kan cuma bunga tidur, Non,” pembantu tua yang sedari tadi duduk patuh di sebelah gadis itu tak tahan untuk menyela.

Bahkan pembantu tak berpendidikan saja tahu, kalau gadis ini telah menghinakan dirinya sendiri. Menghiba-hiba setelah kutolak sedemikian rupa.

****** 

Ini tidak mungkin terjadi!

Dengan nafas tersengal lelaki itu terbangun. Masih pukul dua dini hari. Tapi, mimpi itu sudah datang dua kali. Mimpi itu.  

Ah. Dia merasa pusing.

Ini tidak mungkin terjadi! Katanya berusaha menghibur diri sendiri.

Dia bangkit dari tidurnya.

Melangkah menuju kamar mandi dan menyalakan shower. Sudah beberapa bulan ini dia tidak pernah melakukan kebiasaannya ini. Hanya jika dia merasa ada sesuatu yang membebani pikirannya saja dia akan mandi malam-malam.

Namun, malam ini dia menyalakan shower hanya karena dia bermimpi! Dunia pasti tertawa melihatku. Tapi, sungguh. Dia tidak tahu ini akan terjadi.  

Sepanjang hari dia mencari gadis dalam mimpinya itu. Dia yakin kali ini dia harus mengakui bahwa teman-temannya benar.

Mencari istri itu adalah perjuangan.

Selama hidupnya dia tidak pernah merasa segugup ini. Hal ini membuatnya semakin kalut manakala dia tahu bahwa ini hanya karena dia bermimpi.

Akhi, ada apa? Kata Pak Ali antum mencari saya.”

Kini gadis itu. Gadis yang benar-benar datang dalam mimpinya itu ada dihadapannya.

“S-ss-saya hanya … hanya ... ingin datang ke rumah Anda sore nanti. Boleh?”

Ah. Susah payah dia menyelesaikan kalimat itu. Apalagi sudah beberapa bulan ini  dia sengaja menjauh darinya.

Gadis itu mengangguk. Kemudian ketika dia hendak melangkah pergi, ia berkata, "Ohya Akh, saya hampir lupa. Ini untuk antum."

Gadis itu mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Masih seperti biasa dengan menekuk wajah dan suara datar tanpa beban.

Antum benar, tentang mimpi itu. Saya akhirnya bertemu laki-laki pembawa jaket itu sebulan yang lalu. Alhamdulillah,” gadis itu bercerita dengan nada riang.

Kini lelaki itu benar-benar tahu bahwa warna wajah gadis itu telah berubah.

Ini tidak mungkin terjadi!

Bukankah dia satu-satunya lelaki pemberi jaket itu?

Tidak mungkin mimpi itu salah.

Tapi kenapa nama yang tertera dalam undangan itu bukan namanya? []

Sila melanjutkan membaca di sini ya https://www.wattpad.com/story/223717640-lelaki-penakluk

Komentar

Postingan Populer