Tujuh Kisah Horror Edgar Allan Poe Ini Bakal Sukses Bikin Jantungan!
Entah apa yang merasuki saya.
Seminggu yang lalu, saya dan si kecil—yg baru 3 tahun,
memutuskan menghabiskan siang yang panas di sebuah perpustakaan daerah.
Perpustakaan ini terletak di dalam area kantor kecamatan.
Tentu, bangunannya tak sebesar perpustakaan di kampus saya dulu. Jauh lebih
mungil dengan buku terbatas.
Namun, buku terbatas ini rupanya sangat layak dibaca, karena
buku-bukunya selalu ada yang baru. Hehe, kayak motto surat kabar itu.
![]() |
Sampul antologi '7 Kisah Klasik Edgar Allan Poe.' |
Saya hitung, sudah lebih dari 3 tahun saya tak menyambangi
tempat favorit ini. Dulu, saat masih aktif menulis konten, dan buku-buku
pesanan penerbit saya selalu datang ke perpustakaan ini untuk mencari sumber
pustaka tambahan.
Lumayan banyak sumber pustaka yang ada. Walaupun, ya tidak
lengkap-lengkap banget sih ya. Sebab itu, saya juga akhirnya sering berpergian
ke toko-toko buku besar di kota terdekat. Malang atau Surabaya.
Sekarang, aktivitas boyongan sekeluarga ke toko buku besar
sudah sangat jarang dilakukan. Selain, mengandalkan shopping online plus membeli
ebook.
Terkadang ada deadline editan buku dari beberapa
penerbit. Terkadang juga karena begitu pewe di rumah dengan keriuhan
tiga anak yang masih kecil. Sementara suami sudah begitu sibuk di akhir pekan.
Intinya saya ini emak rempong banget.
Iya, betul rempong. Yang kalau ke kamar mandi nggak lebih
dari 5 menit, karena teriakan si kecil.
Atau makan harus pake segala di segala kondisi.
Yang punya me time baru di atas jam delapan malam, karena
saat itu pasukan krucil saya sudah di negeri awan.
Menyelami Nuansa Horor Ala Edgar Allan Poe
Selain meminjam tiga buku anak (untuk pasukan krucil di
rumah), saya juga mencomot satu kumpulan novela karya sastrawan Inggris di abad
pertengahan. Edgar Allan Poe.
Terus terang, saya belum pernah mengenal siapa itu Poe.
Untuk sastrawan dunia, saya baru membaca buku-buku Taufik El-Hakim, Najib
Kailany, Orhan Pamuk (Turki), Khaled Hosseini, dan beberapa sastrawan Timur Tengah.
Yah, kan saya ini dulu belajarnya Bahasa Arab di kampus.
Saya memilih buku Poe karena yah, saya suka sampulnya. Haha.
Ini alasan klise banget sih.
Sampulnya rada ada kesan gotik dan horror. Saya yang jiwa
romantisnya belum keluar masih agak malas baca roman.
Sampul buku Poe ini mengingatkan saya pada novel horror
Stephen King. Beberapa novel King sudah saya baca berikut filmnya juga.
Nostalgia dari karya Stephen King yang misterius dan kental
nuansa horror membuat saya menjatuhkan pilihan pada kumpulan cerpen Poe.
Dialihbahasakan dengan judul ‘7 Kisah Klasik Edgar Allan Poe’.
![]() |
Daftar Isi |
Ada 7 kisah dalam buku ini. Saya mulai membaca kisah
pertama, Kucing Hitam (The Black Cat). Karena baru kali ini saya membaca buku
Poe. Kesan suram, pekat, dan kental nuansa gotik di era abad pertengahan begitu
mendominasi.
Era saat listrik belum ditemukan. Kendaraan melulu dengan
bantuan kuda. Jalan-jalan diterangi dengan obor di di sana sini. Saya merasa
antusias.
Kesan horornya sih ada tapi kok kesan romantisnya juga kental. Maksud
saya setting masa saat itu. Begitu klasik.
The Black Cat, mengalir dengan penuturan apik ala era
modern. Padahal Poe hidup beratus tahun lalu. Kisah ini suram, dan sekaligus
serem. Saya jadi takut baca kisah selanjutnya. Haha.
Cerita kedua, menurut saya agak mirip plot twistnya dengan
The Black Cat.
Saya bersyukur, cerpen selanjutnya begitu berbeda temanya.
Penceritaannya juga. Sehingga, saya kurang bisa menebak bagaimana endingnya.
Mungkin, penceritaan gaya Poe ini banyak mengilhami
penulis-penulis masa kini dalam menciptakan plot twist pada kisah-kisah horror dan
misteri.
Mengingat Poe hidup 200-an tahun lalu, namuan kesan yang
saya tangkap, gaya penceritaannya begitu kekinian.
Setelah dua hari, saya akhirnya bisa menamatkan kumpulan
cerpen dari Poe.
Yang saya suka dari Poe, ini tentu saja sangat subjektif ya.
Tema yang diangkat begitu gotik, creepy, sekaligus klasik. Konon, saat itu tema
yang banyak diangkat penulis di Amerika adalah romantisme.
Poe dianggap mendobrak kebiasaan tersebut dengan menulis
cerita bernuansa gotik dan seram. Poe juga terkenal dengan kisah misteri dan
detektifnya.
Saya merasa aman saat membaca cerita Poe. Saya tidak
menemukan hal-hal yang ‘tidak sopan’ dalam cerpen-cerpen Poe.
Poe banyak mengangkat kisah misteri dan isu-isu sosial di
masa itu. Ini terlihat dalam ‘Kumbang Emas’, ‘Runtuhnya Keluarga Usher’, dan
‘Dialog Bersama Mumi’.
Penasaran dengan setting di abad 18, saya pun akhirnya
berselancar dan menemukan beberapa penulis di masa tersebut.
Jika Poe hidup di tahun
1809—1849, maka Jane Austen adalah penulis perempuan dari Inggris yang hidup di
era Georgia (1775—1817).
Maka, saya pun berkenalan dengan ‘Pride and Prejudice’ serta
Mr. Darcy yang legendaris itu. 😊
Ohya, untuk review novel-novel Jane Austen, saya menulisnya di artikel berikut saja ya. Sebab, yang saya tulis kayaknya lebih banyak. []
Komentar
Posting Komentar