Ketika Orang Terkasih Pergi

Senja belum berakhir. [Pixabay]

Hari ini saya tidak banyak menulis seperti lazimnya saat ada deadline. Senin ini saya off, karena kemarin lalu ada dua deadline yang harus dikerjakan. Sudah selesai. Saya ingin istirahat. 


Maka, waktu luang cuma sekedar saya gunakan untuk mengecek blog yang kebetulan saya rawat. Yah, walau dengan ilmu yang cetek. Karena saya masih harus banyak belajar ilmu blogging ataupun SEO. 

Ini saja karena dulu, saat menjadi pendekar artikel di sebuah agensi saya kebetulan selalu diberi tugas membuat artikel SEO. Padahal, sama sekali tidak ada background IT di belakang saya. 

Awal tahun 2008 kalau tidak salah, saya bahkan belum bisa membuat akun fesbuk. Maka adik saya--yang kembar itu--membuatkannya. Sebelumnya, saya juga dibuatkan email oleh adik saya. 

Saya anak ke-dua dari empat bersaudara. Menjadi si tengah banyak membuat saya belajar banyak hal, baik dari kakak perempuan saya, ataupun dari adik-adik yang memang interest-nya di dunia teknologi. 
Menjadi anak bahasa, membuat saya tak banyak berurusan dengan teknologi. Yah, tapi saya suka sekali bermain komputer sejak SMA dulu. Sampai pernah ikut kursus segala. Sehingga, saat kuliah pun tak begitu kaget dengan banyaknya tugas di internet. 
Hari ini saya mengecek webmaster, dan menemukan satu rujukan nomor satu di website saya. Dari siapakah? 
Saya coba telusuri kata kunci url tersebut, dan sampailah saya pada website tua milik almarhum adik. Saya jadi sedih. Iyah sedih banget, karena adik almarhum begitu perhatian sehingga url website yang nggak seberapa itu diberi tempat khusus di blog-nya yang memiliki PR tinggi. 

Kehilangan Mendadak
Ada beberapa kehilangan orang-orang terkasih yang sangat berat dalam hidup saya. Kepergian ibu, ayah, dan adik. Sungguh, Allah begitu mencintai mereka. Orang-orang terbaik dalam hidup kita. Seakan mengingatkan, bahwa kita semua pun akan pergi ke alam baka. Tidak kekal di dunia. 

Dunia hanya sebagai persinggahan. Mampir sebentar. Mengambil bekal. Lalu pergi ke negeri abadi. 
Suatu saat di awal tahun 2013 kalau saya tidak salah mengingat. Adik, membantu saya membuat blog pertama, dengan menggunakan blogspot. Gratisan. Saya belum bisa saat itu. Buta sekali dengan beragam hal seperti html dan lain-lain. 

Memang, saya menulis beberapa buku. Keluar masuk penerbit. Tapi, saat itu belum punya website. Karena, mungkin juga tidak tahu betapa enaknya kalau bisa bekerja dengan blog. Istilahnya punya rumah pribadi di internet. Ya, ada tempat untuk curhat serta menyimpan portofolio kerja. Saat itu saya lagi giat-giatnya berfesbuk ria. Rajin banget, sampai ikut lomba-lomba di mana-mana. 

Sejak, adik membuatkan saya website pribadi. Saya kemudian berkenalan dengan blog. Pelan banget, kayak siput belajarnya. Iyalah, emak-emak. Udah ada yang gandolin. Mau ngetik, si kecil teriak-teriak. Mau mosting, si baby minta mimik. 

Tapi, kemudian, di tahun 2016 bulan April, saya kehilangan adik--salah satu dari yang kembar itu--selama-lamanya. Mendadak banget. Karena tidak sakit berat. Hanya sakit semalam saja. Mungkin, Allah ringankan dia karena amal salihnya selama ini. 

Menjadi Lebih Baik
Sejak menikah dan memiliki putra, adik saya terlihat begitu dewasa. Lebih islami, jauh lebih islami ketimbang saat jadi aktivis kampus yang merajai MPM (Majelis Permusyawaratan Mahasiswa). Dia dari rohis, tapi bisa loncat dan dominan di MPM. Untuk dakwah, tentu. 

Saat saya kemarin bertandang ke rumah adik ipar—istri almarhum—mertua adik bercerita bahwa selama beberapa bulan menjelang ajal, adik menjadi imam di sebuah masjid. Imam khusus shalat Subuh. Masya Allah, haru saya mendengarnya. 

Malam, ini Dek. Semoga Allah merahmatimu, juga merahmati ayah ibu tercinta di sana. []

Komentar

Postingan Populer