Cara Mengatasi Perceraian dalam Islam: “Mudah Bilang Sayang, Jangan Mudah Mencampakkan!”
Pikirkanlah dengan bijaksana. [Pixabay] |
Tidak ada pasangan di dunia ini yang ingin mengakhiri pernikahannya dengan perceraian. Tetapi, saat biduk yang sedang berlayar digoncang badai, bagaimana membuatnya bertahan?
Sesuatu yang sering kita lihat atau
dengar menjadi hal yang biasa. Seperti, saat kita terbiasa menyantap daging
ayam menjadi menu sehari-hari, maka rasa daging ayam ini pun menjadi tidak
istimewa dan wah lagi di lidah kita.
Demikian halnya dengan perceraian. Dahulu,
mungkin kata perceraian agak asing di telinga. Namun, seiring dengan
bertambahnya waktu dan gaya hidup. Kalimat itu menjadi sesuatu yang lumrah kita
dengar.
Media visual seperti televisi tidak
lelah menayangkan kasus perceraian yang sedang dialami oleh para selebritis.
Mulai dari yang berpisah secara baik-baik, hingga yang menghebohkan media dan
dipenuhi hujatan sana-sini.
Jadilah, masyarakat kita sekarang
tidak terlalu asing dengan kata perceraian. Tapi imbasnya, pernikahan yang
dahulu dinilai begitu sakral perlahan agak menipis nilainya.
Banyaknya kasus perceraian dewasa
ini, secara tidak langsung turut andil mengerdilkan arti pernikahan.
Seolah-olah jika tidak ada lagi keharmonisan dan kenyamanan berumahtangga maka
serta merta bisa diakhir dengan satu kata: cerai.
Begitu mudah mengatakan sayang,
namun begitu gampang pula untuk melupakan.
Dampak Secara Luas
Seringkali, seorang teman
atau beberapa teman kebetulan curhat pada saya mengenai pernikahannya.
Kebanyakan memang karena suami yang tidak bertanggung jawab, atau karena ada wanita lain. Hal ini tentu saja menyakitkan bagi perempuan.
Kebanyakan memang karena suami yang tidak bertanggung jawab, atau karena ada wanita lain. Hal ini tentu saja menyakitkan bagi perempuan.
Entah mengapa, saya amati faktor
ekonomi ini menjadi satu hal yang sangat mengganggu.
Terkadang, saat perempuan mandiri, maka ada beberapa oknum suami tidak memberi nafkah. Mungkin bisa jadi karena tidak memahami agama. Atau memang dari sananya begitu. Eh.
Terkadang, saat perempuan mandiri, maka ada beberapa oknum suami tidak memberi nafkah. Mungkin bisa jadi karena tidak memahami agama. Atau memang dari sananya begitu. Eh.
Di sisi lain, ada istri-istri
yang begitu menuntut ini dan itu. Hidup bak sosialita, hingga suami kembang
kempis bekerja siang malam. Tapi, tak kunjung dihargai.
Bisa pula, godaan dari
orang ketiga dalam rumah tangga. Ada banyak hal. Ada banyak faktor.
Itulah mengapa pernikahan
adalah ibadah terlama karena menuntut kesabaran seumur hidup. Selain harus
besar-besar meninggikan rasa syukur.
Perceraian di Masa Lalu
Dahulu, kita banyak
melihat orang tua kita hidup rukun hingga menua. Padahal zaman masih begitu
sederhana.
Fenomea nikah-cerai masih sangat langka di layar kaca. Kalau ada artis yang cerai dijamin TVRI tidak akan banyak mengeksposnya.
Fenomea nikah-cerai masih sangat langka di layar kaca. Kalau ada artis yang cerai dijamin TVRI tidak akan banyak mengeksposnya.
Tapi, kini fenomena
perceraian dan gonjang ganjing rumah tangga para artis seolah-olah merupakan
pundi-pundi uang bagi sebagian media.
Kabar buruk mampu meninggikan rating. Masyarakatpun seolah sudah terbiasa dengan memakan bangkai saudaranya.
Kabar buruk mampu meninggikan rating. Masyarakatpun seolah sudah terbiasa dengan memakan bangkai saudaranya.
Padahal, perkara halal
yang sebenarnya dibenci oleh Allah adalah perceraian.
Efek Negatif Perceraian
Ada beberapa efek negatif
perceraian dalam Islam, yaitu:
Pertama, hilangnya
kesempatan untuk beramal salih dalam keluarga.
Seorang suami hilang kesempatan berbuat makruf pada istri dan anak-anak. Sebaliknya, seorang isrti juga hilang kesempatan meraih surga dengan berbakti pada suami dan keluarga.
Seorang suami hilang kesempatan berbuat makruf pada istri dan anak-anak. Sebaliknya, seorang isrti juga hilang kesempatan meraih surga dengan berbakti pada suami dan keluarga.
Kedua, terpecahnya
keluarga sehingga menimbulkan dampak psikologis yang dahsyat pada anak.
Pengasuhan anak yang menjadi terganggu. Rasa harmonis dalam keluarga menguap. Anak-anak bisa jadi mengalami gejala broken home.
Pengasuhan anak yang menjadi terganggu. Rasa harmonis dalam keluarga menguap. Anak-anak bisa jadi mengalami gejala broken home.
Ketiga, citra diri yang
merugikan.
Bukan rahasia lagi jika seorang wanita yang tidak bersuami atau single parent memiliki citra yang kurang baik di masyarakat.
Padahal, mereka ini adalah wanita tangguh yang berkorban demi anak-anak.
Bukan rahasia lagi jika seorang wanita yang tidak bersuami atau single parent memiliki citra yang kurang baik di masyarakat.
Padahal, mereka ini adalah wanita tangguh yang berkorban demi anak-anak.
Keempat, putusnya
silaturahmi dengan keluarga besar. Hal ini tentu saja melibatkan hubungan
antara pihak suami dan istri. Yang tentu saja tidak mengenakkan di akhirnya.
Halal, Walaupun Tidak
Disukai Allah
Jadi, apakah perceraian
haram dalam Islam?
Tidak, cerai dibolehkan oleh Allah Subhanahu wa Taala.
Dalam banyak riwayat diceritakan beberapa sahabat yang bercerai dengan istri atau suami mereka. Ini dibolehkan oleh Rasulullah SAW.
Tidak, cerai dibolehkan oleh Allah Subhanahu wa Taala.
Dalam banyak riwayat diceritakan beberapa sahabat yang bercerai dengan istri atau suami mereka. Ini dibolehkan oleh Rasulullah SAW.
Syariat Islam memberikan
ruang halal pada pasangan yang tidak bisa bersama dalam sebuah biduk rumah
tangga karena alasan yang benar-benar syar’i.
Misalnya, ketika pasangan
melakukan dosa besar, maka salah satu pihak dibolehkan menggugat cerai. Atau
ketika salah satu pasangan, tidak melaksanakan kewajiban sebagai suami atau
istri serta bersikap zalim.
Perceraian juga harus
terjadi jika salah satu dari pasangan keluar dari Islam, dan memeluk agama
lain.
Jadi, pikirkanlah
baik-baik sebelum bercerai, karena gelas yang retak akan sulit untuk disatukan
kembali.[]
Komentar
Posting Komentar