Merayakan Syawal dengan Menulis!

Bagaimana Syawal tahun ini? Apakah anda mudik? Atau tidak mudik karena dapat jodoh sebelah rumah? Mudik ataupun tidak, yang penting silaturahminya tetap terjalin. Bagi saya, Syawal adalah titik balik semua hal. Menjadi nol kembali. Semangat menulis lagi.
Mudik dan harapan Syawal

Saya tumbuh di sebuah daerah penuh persawahan, sekaligus tempat industri berkembang. Baik industri rumah tangga, ataupun industri pabrikan. Beruntung, saya lebih dekat dengan daerah persawahan ketimbang gedung-gedung pabrik dengan cerobong asap hitam.

Walau kini, sawah-sawah mulai menyempit digantikan rumah-rumah, dan tanah-tanah kapling. Manusia memang pemakan segala. Hingga, saya pun mengingat masa kecil yang hijau sebagai hiburan, kala dengan hati kelu menatap sawah yang nyaris tak bersisa.

Syawal untuk Menulis
Apa yang terpikir di benak anda, tatkala sanak saudara, kerabat, hingga tetangga berkumpul dan bertemu muka? Tak ada jarak online seperti hari-hari sebelumnya. Sudah jamak bagi kita saat ini, era digital memperbudak manusia untuk selalu membuka layar sempit kecil yang biasa diletakkan di dalam tas.

Kalau Facebook sudah mulai bisa diatur sedemikian rupa agar hanya bisa dibuka pada saat tertentu saja, berbeda dengan WhatsApp. Yah, itu bagi saya. Saya tidak memasang Massenger Facebook, karena menghindari telepon dari orang-orang yang tidak saya kenal. Namun, tidak dengan Whatssap. Bunyi dari beberapa grup yang saya ikuti, walaupun sudah saya silent, tetap saja menyundul-nyundul di atas layar sempit i-pad saya. Mau tak mau saya buka. Pada saat tertentu.

Hiburan di beberapa grup keluarga cukup membuat hari lebih semarak. Jarak yang memisahkan sudah tidak berarti. Kini, bisa dengan mudah bertemu dan bertegur sapa. Namun, untuk grup-grup alumni rasanya memang harus dipilah pilih. Karena tidak mungkin saya berhaha hihi dengan mereka yang bukan mahram. Ini prinsip saya.

Pertemuan di darat membuat semua prasangka bisa menghilang, walau pun masih ada pula adu kesuksesan antara satu dengan lainnya. Sudah biasa.

Yang tak biasa adalah saat kita bertemu dengan orang-orang terkasih kita. Saudara jauh yang sedang diuji, sahabat dekat, jarak yang harus ditempuh kala mudik, dan lain-lain.

Banyak hal yang membuat pertemuan silaturahmi begitu berkesan. Ada rasa lega dan gembira saat mencium keponakan yang yatim. Karena ayahnya (adik saya) sudah tidak ada lagi di sisi mereka. Ada haru yang menyelinap. Pun begitu, ada rasa bahagia saat dia pergi dalam keadaan terbaiknya, insya Allah. Kemajuan-kemajuannya dalam pencapaian hakikat iman, dan amal salih.

Manusia-Manusia Rakus
Tapi, tidak semua silaturahmi berakhir dengan bahagia. Ada pula yang malah menjadikan hati semakin sengak. Well, apapun itu, semoga tidak membuat tali silaturahmi menjadi semakin berjarak.

Mungkin ini sebabnya, kenapa silaturahmi memiliki tempat tersendiri sebagai amal salih dalam Islam. Karena membutuhkan effort yang tinggi untuk melakukannya. Mulai dari biaya, kesempatan, hingga mental baja. Namun, berkah yang berlimpah, plus bonus (dengan rahmat Allah) umur yang panjang akan menunggu siapapun yang sanggup melakukannya dengan baik.  

Manusia-manusia yang terlahir dengan peran antagonis akan selalu ada. Bisa berwujud saudara jauh, sahabat, atau tetangga dengan jarak kurang dari setengah meter dari pagar samping rumah. Tentu ada.

Sebagai penulis ada baiknya ini menjadi inspirasi untuk salah satu karakter di novel anda. Saya sendiri sudah memiliki ide untuk menuangkan kekesalan pada naskah saya kelak. Yah, manusia-manusia ini begitu baik menginspirasi tulisan saya. Pada karakter apakah? Pasti anda pun sudah tahu. []




Komentar

Postingan Populer