Pengalaman Menulis Skripsi dengan Tema Penerjemahan
Kebutuhan menerjemahkan buku bukanlah tanda keterbelakangan, justru sebaliknya, tanda keterbukaan, kegiatan hendak ikut serta dalam tukar menukar informasi. (Hartoko)
Beberapa bulan ini
saya disibukkan dengan tugas baru untuk menyunting naskah terjemahan bahasa
Arab ke bahasa Indonesia oleh salah satu penerbit terkemuka di tanah air. Sudah
belasan mungkin puluhan naskah yang saya sunting sejak awal tahun hingga bulan
ini.
Dengan tenggat waktu yang padat, namun dengan penghargaan yang luar biasa
dari penerbit, saya bisa bekerja dengan cepat. Biasanya untuk urusan naskah dan
lain-lain saya agak perfeksionis sehingga hal ini membuat deadline bisa molor
hingga kesekian hari.
Padahal, diselingi dengan drama melahirkan dan menyusui juga di bulan Juni. Tapi, hobi yang dibayar memang bukanlah suatu hal yang berat untuk dilakukan. Layaknya kita minum atau makan, menyunting naskah atau menulis merupakan napas bagi penulis. Kebutuhannnya seperti candu yang perlu dipenuhi.
Foto oleh Pixabay |
Tugas baru ini
mengingatkan saya pada skripsi tahun pada bilangan tahun entah yang sudah
terlewat hingga saya memiliki tiga buah hati. Skripsi itu mengambil tema
padanan makna pada terjemahan bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Saya melakukan
penelitian dengan teknik kualitatif. Skripsi ini sukses membuat saya harus
menambah satu semester, hingga saya harus lulus pada semester ke sembilan.
Namun, sekali lagi,
saya mencintai dunia menulis. Mengerjakan skripsi ini, seperti membaca novel
berjilid-jilid hingga saya menemukan keasyikan di dunia penerjemahan. Khususnya
penerjemahan bahasa Arab ke bahasa Indonesia.
Obyek penelitian saya
adalah padanan makna pada antologi cerpen Lailah Az Zifaf karya Taufiq El Hakim
yang diterjemahkan oleh Khalifurrahman Fath, dan diterbitkan oleh Penerbit Navila
Yogyakarta.
Skripsi ini membuat
saya membaca beragam buku-buku terjemahan. Mulai dari karangan Newmark hingga
Machali. Dulu masih belum eranya mencari bahan pustaka di internet karena
keterbatasan informasi. Satu-satunya jalan harus mencari data skripsi dan
pustaka dengan ‘manual’.
Pagi-pagi sudah
nampang di depan perpus kampus. Kemudian pulang ke kost saat perut sudah
berbunyi aneh, dan berteriak minta diisi.
Kapan-kapan mungkin, saya
menulis artikel dengan tema penerjemahan bahsa Arab ke bahasa Indonesia di blog
ini. Agar dapat berbagi dan memberi sedikit pencerahan.
Komentar
Posting Komentar