Broken Home Children: Benarkah Bermasalah di Masa Depan?
Anak-anak seringkali menjadi korban keegoisan orang tua. Namun, jika perceraian merupakan solusi dan tidak bisa dielakkan lagi, bagaimana nasib anak-anak malang ini?
Curhatan Aurel Hermansyah
Sesuatu yang sering kita lihat atau dengar menjadi hal yang biasa. Seperti, saat kita terbiasa menyantap daging ayam menjadi menu sehari-hari, maka rasa daging ayam ini pun menjadi tidak istimewa dan wah lagi di lidah kita.
Demikian halnya dengan perceraian. Dahulu, mungkin kata perceraian agak asing di telinga. Namun, seiring dengan bertambahnya waktu dan gaya hidup. Kalimat itu menjadi sesuatu yang lumrah kita dengar.
Cara saya berkarya dari rumah. Menulis, berdagang, dan macem-macem. |
Media visual seperti televisi tidak lelah menayangkan kasus perceraian yang sedang dialami oleh para selebritis. Mulai dari yang berpisah secara baik-baik, hingga yang menghebohkan media dan dipenuhi hujatan sana-sini.
Jadilah, masyarakat kita sekarang tidak terlalu asing dengan kata perceraian. Tapi imbasnya, pernikahan yang dahulu dinilai begitu sakral perlahan agak menipis nilainya.
Banyaknya
kasus perceraian dewasa ini, secara tidak langsung turut andil mengerdilkan
arti pernikahan. Seolah-olah jika tidak ada lagi keharmonisan dan kenyamanan
berumahtangga maka serta merta bisa diakhir dengan satu kata: cerai. Begitu mudah mengatakan sayang, namun begitu
gampang pula untuk melupakan.
Namun, bukan itu saja. Ada anak-anak tak berdosa pula yang akan merasakan imbas dari perceraian orang tuanya. Keluarga selebriti dengan beragam skandal bahkan dijadikan media sebagai lahan mengeruk keuntungan. Berita sedih dan tragis memang lebih bisa mendongkrak rating penjualan. Maka, mungkin kita tidak asing lagi dengan nama-nama seperti Aurel Hermansyah, Al Ghazali, Rassya, dan lain-lain.
Baru-baru ini, curhatan Aurel atau yang akrab dipanggil Lolly di sosmed miliknya (instagram) menjadi trending topic di banyak media. Isi curhatan Aurel ini menggambarkan betapa pedihnya memiliki keluarga yang broken.
Walaupun sejak awal Aurel dan adiknya berusaha untuk tegar. Toh, pada suatu ketika pecahlah kesedihan dan kekecewaan mereka. Curhatan Aurel menjadi perhatian masyarakat karena menggambarkan kesedihan dan kekecewaan yang luar biasa.
Anak Lebih Mudah Mengalami Stres dan Depresi
Tidak
bisa dielakkan lagi bahwa anak-anak merupakan korban yang paling menderita saat
terjadi perceraian kedua orang tuanya. Walaupun tidak semua anak-anak dari keluarga
broken home mengalami hal ini.
Istilah broken home sendiri menunjukkan keluarga yang mengalami masalah sehingga timbul perceraian. Tidak sedikit penelitian yang dilakukan terhadap anak-anak ini untuk membuktikan apakah ada dampak buruk terhadap psikologis mereka. Dari hasil penelitian ini, tidak sedikit yang membuktikan bahwa ada pengaruh buruk terhadap perilaku, karakter maupun emosi pada diri anak-anak ini.
Istilah broken home sendiri menunjukkan keluarga yang mengalami masalah sehingga timbul perceraian. Tidak sedikit penelitian yang dilakukan terhadap anak-anak ini untuk membuktikan apakah ada dampak buruk terhadap psikologis mereka. Dari hasil penelitian ini, tidak sedikit yang membuktikan bahwa ada pengaruh buruk terhadap perilaku, karakter maupun emosi pada diri anak-anak ini.
Salah satu penelitian yang pernah diliris oleh daymail.co.uk yang
dilakukan pada tahun 2004, menunjukkan bahwa anak-anak yang menjadi korban
perceraian rawan terkena stres lima kali lebih banyak dibandingkan anak-anak
lain seusianya. Selain itu, terkadang anak-anak ini juga memiliki sikap antisosial.
Hal yang paling mencolok dirasakan oleh anak adalah berkurangnya perhatian orang tua terhadap mereka. Sebab, orang tua sibuk dengan masalahnya sendiri. Perhatian yang merupakan bimbingan dan arahan selama ini berkurang drastis karena konflik yang dialami oleh orang tua.
Selain itu, orang tua tunggal yang memiliki hak asuh anak, biasanya akan disibukkan dengan kegiatan mencari nafkah lebih dari biasanya. Padahal, anak-anak yang kemudian menginjak usia remaja ini membutuhkan sosok teladan yang bisa dijadikan panutan di kemudian hari.
Apalagi, remaja rentan melakukan imitasi. Proses pencarian jati diri remaja juga belum berakhir begitu saja. Proses ini masih panjang dan perlu perhatian ekstra dari kedua orang tuanya.
Berikut ini merupakan beberapa dampak yang mungkin dialami oleh anak-anak yang menjadi korban perceraian.
§ Hilangnya Figur Ayah
atau Ibu
Ketiadaan
ayah atau ibu bagi anak merupakan hal yang sangat menyakitkan. Ayah ataupun ibu
merupakan figur dan teladan bagi anak. Ayah atau ibu bisa membantu anak untuk
mengenal dunia lewat ketegasan, kelembutan, dan keilmuwannya.
Ayah atau ibu yang tidak ada di sisi anak-anak biasanya mengakibatkan anak mengalami gangguan emosi antisosial, tidak percaya diri, marah, dan dendam terhadap sosok laki-laki ataupun perempuan di kemudian hari. Kehadiran ayah atau ibu tiri dinilai tidak bisa menggantikan orang tua kandung mereka.
Ayah atau ibu yang tidak ada di sisi anak-anak biasanya mengakibatkan anak mengalami gangguan emosi antisosial, tidak percaya diri, marah, dan dendam terhadap sosok laki-laki ataupun perempuan di kemudian hari. Kehadiran ayah atau ibu tiri dinilai tidak bisa menggantikan orang tua kandung mereka.
§ Gangguan Psikologi
Selama Masa Perceraian
Baik
ibu maupun ayah mungkin tidak menyadari bahwa perseteruan mereka juga
‘dinikmati’ dan ‘dirasakan’ secara intens oleh anak-anak. Dari sinilah gangguan
psikologis bisa saja terjadi. Mungkin saja saat ini tidak nampak, namun efek
psikologis ini biasanya berdampak panjang di dalam diri anak di kemudian hari.
§ Komitmen Rendah
Terhadap Pernikahan
Anak-anak
dari broken home family
acapkali memiliki komitmen yang rendah terhadap pernikahan mereka di kemudian
hari. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak ini pun kemungkinan mengalami hal
yang sama sebagaimana yang telah dialami orang tua mereka.
§ Kesepian yang
Menyakitkan
Judith
Wallerstein menemukan banyak anak-anak dari orang tua bercerai berperilaku
impulsif dan mudah marah. Mereka lebih antisosial dan sebagai hasilnya, mereka
merasa lebih kesepian, tidak aman, cemas, dan gelisah. Tidak hanya sekarang setelah
perceraian yang terjadi di antara kedua orang tuanya, tetapi juga 6 tahun
kemudian.
Jangan ‘Ceraikan’ AnakAnak yang kurang perhatian akan melakukan kebiasaan
nyeleneh
(aneh) untuk menarik perhatian
orang tua mereka. Terkadang, hal ini malah membuat orang tua yang telah
berpisah merasa anaknya semakin nakal dan tak terkendali. Padahal, anak-anak
ini hanya membutuhkan perhatian dan kasih sayang sebagaimana saat keluarga
masih utuh dahulu.
Pada kondisi seperti ini, baik ibu maupun ayah bisa meyakinkan anak bahwa walaupun ayah ataupun ibu berpisah tetap kasih dan cinta mereka tidak akan hilang. Cara terbaik adalah tetap menjalin komunikasi dengan mantan pasangan.
Mengunjungi anak-anak jika ayah tidak mendapatkan hak asuh mereka. Ataupun mencurahkan kasih sayang walaupun ibu harus bekerja giat untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Yakinkan anak bahwa perpisahan yang terjadi bukanlah salah anak.
Sebab, terkadang ada anak-anak yang merasa terpukul atas perceraian yang terjadi pada orang tua mereka. Bahkan terkadang berlanjut hingga taraf depresi. Seburuk apapun perceraian dan masalah yang terjadi, jangan sampai menjelekkan antara satu dan lain. Sehingga anak bisa lebih menghargai orang tua mereka.
Berikan figur ayah ataupun ibu pada anak. Terkadang kekosongan peran ayah dan ibu sangat dirasakan anak. Walaupun tidak bisa menggantikan ayah ataupun ibu kandung, namun kehadiran pengganti seperti paman, ibu, kakek, ataupun nenek bisa membantu anak untuk melewati masa-masa beratnya.
Berikan pula anak lingkungan yang kondusif seperti menyekolahkan mereka pada institusi Islam layaknya pesantren, sekolah terpadu, ataupun madrasah. Namun, hal ini juga perlu diimbangi dengan pemberian teladan yang baik untuk anak.
Agar anak tidak merasa sendiri dan putus asa.
Kenali pula teman-teman anak agar bisa menyelami dunia anak lebih baik. Sebab, tidak semua anak ekspresif dan berani terbuka tentang teman dan lingkungan mereka.
Tidak Ada Karma
Terkadang,
banyak pihak yang menyatakan bahwa anak dari keluarga broken
home akan memiliki ‘bakat’
berpisah dengan pasangannya kelak saat menikah. Padahal tidak semua demikian.
Selain itu, tidak ada hukum karma dalam Islam.
Memang
terkadang, rasa tidak percaya diri pada anak seringkali membebani mereka hingga
saat berumahtangga. Sehingga rasa percaya pada pasanganpun sering bermasalah. Selain
itu, seringkali anak-anak ini mengalami rasa tidak dicintai sehingga membuatnya
memutuskan hal yang kurang bijaksana.
Hal
ini memang terkadang berdampak pada relasi anak dan lawan jenis. Namun sekali
lagi, tidak semua anak dari keluarga broken home mengalami hal ini. Pengasuhan yang bijaksana dari ibu ataupun ayah
tunggal secara bijak bisa melunturkan rasa tidak percaya, dan tidak dicintai
pada mereka. Sehingga hubungan mereka kelak dengan lawan jenis pun tidak
bermasalah.
[untuk kelanjutan artikelnya, ukhti bisa membacanya di Majalah Hukum Islam Almuslimun Edisi Dzulhijjah 1436 H/ September--Oktober 2015]
[untuk kelanjutan artikelnya, ukhti bisa membacanya di Majalah Hukum Islam Almuslimun Edisi Dzulhijjah 1436 H/ September--Oktober 2015]
Komentar
Posting Komentar