Ingin Bercerai Karena Tidak Lagi Mencintai
![]() |
Usia matang bukanlah ukuran kedewasaan |
Tersebutlah,
di sebuah daerah yang hijau dengan sawah menghampar, dan masih tampak asri.
Tidak terlalu bising karena jauh dari kota terdekat. Masih banyak ibu-ibu
berjalan sekian meter untuk mencuci di sungai yang airnya masih jernih. Di
daerah inilah kisah itu bermula.
Kisah-Kisah Pahit Pernikahan
Seorang pegawai mapan, dan berusia matang menikahi gadis
desa sederhana lulusan pesantren setempat. Setelah semingguan menikah. Sang
gadis yang tampaknya pingsan di hari pernikahannya. Berkali-kali pingsannya.
Mengajukan kata-kata yang mengejutkan sang suami, "Kak, aku sudah tidak
cinta lagi sama Kakak. Aku ingin cerai."
Si suami mendengarnya, dengan wajah jenaka. Oh, mungkin si
istri yang masih berusia belasan tahun ini sekedar bercanda. Ia memaklumi
itu. Toh, memang ini risikonya menikahi gadis bau kencur lulusan sekolah menengah
yang juga memiliki pesantren.
Namun, ternyata minggu-minggu berikutnya semakin berat
saja. Keluarga si gadis ini bukannya malah menyelesaikan masalah, tapi malah mengajukan
gugatan pula. Ingin bercerai. Alasannya sama. Tidak lagi cinta.
Tidak tahan dengan teror dari keluarga sang istri. Si suami
ini pun sakit hati, dan kembali pulang ke rumah orang tuanya. Melewati
hari-hari dengan berat dan biasa. Ia tampaknya menunggu, kalau-kalau istri
tercintanya yang masih sangat belia itu berubah pikiran.
Bulan pun merambat hingga menua.
Tidak ada apapun yang terjadi, bahkan tidak pula tampak secuil perubahan pada
sikap si istri. Si suami masih juga setia memberi nafkah. Namun, tidak ada
layanan yang baik dari istri.
Karena sudah tidak tahan. Si Suami pun mengabulkan gugatan
sang Istri belia itu. Mereka pun bercerai, dalam usia pernikahan yang masih
seumur jagung.
Kisah lainnya pun bergulir …
Seorang istri lainnya telah menikah dengan suaminya di Kota
X. Memiliki anak dan memasuki usia pernikahan 4 tahunan. Selama itu ia (si
istri) merasa tidak jatuh cinta pada suaminya. Sama sekali istri ini tidak
merasakan sayang ataupun cinta.
Pernikahannya terasa begitu hambar sekaligus pahit. Ia yang memercayai cinta dan segala tetek bengeknya masih menyimpan kenangan tentang cinta di sekolah menengah. Yah, ia mencintai mantan pacarnya yang telah membawa hatinya pergi.
Tanpa sengaja, ia bertemu dengan mantan pacarnya itu di jejaring sosial. Hari demi hari dilaluinya dengan chatting penuh kenangan dan kata-kata mesra. Lunturlah rasa hormatnya pada sang suami, justru mimpi-mimpinya dilaluinya dengan sang kekasih hati.
Pernikahannya terasa begitu hambar sekaligus pahit. Ia yang memercayai cinta dan segala tetek bengeknya masih menyimpan kenangan tentang cinta di sekolah menengah. Yah, ia mencintai mantan pacarnya yang telah membawa hatinya pergi.
Tanpa sengaja, ia bertemu dengan mantan pacarnya itu di jejaring sosial. Hari demi hari dilaluinya dengan chatting penuh kenangan dan kata-kata mesra. Lunturlah rasa hormatnya pada sang suami, justru mimpi-mimpinya dilaluinya dengan sang kekasih hati.
Akhirnya,
ia memutuskan menggugat cerai suaminya. Walaupun sang suami tidak juga
mengabulkan gugatan sang istri. Namun si istri yang merasa masih hidup di jalan
kenangan ini tetap bersikukuh bercerai.
Kisah
lainnya pun terjadi ….
Seorang
suami yang memiliki penghasilan lebih rendah ketimbang istri merasa hidupnya
semakin hampa tatkala istri mengungkapkan kekecewaannya. Bahkan si suami ini
kemudian merasa depresi. Harus dibanding-bandingkan dengan teman-teman
istrinya.
Suami
yang memiliki kemampuan lebih di bidang teknologi informasi pun berkelana di
dunia maya dengan jemarinya. Hingga ia akhirnya berkenalan dengan perempuan nun
jauh di daerah lain. Mereka saling curhat, bahkan saling mengabarkan hati, hingga
suami ini pun lupa akan keberadaan istrinya.
Bahkan suami
ini pun kemudian berkeinginan untuk bercerai dari istrinya, dan mempersunting
perempuan maya yang belum pernah ia temui. Walaupun sudah ada anak, dan sudah
dalam taraf kehidupan yang baik ia masih juga memendam rindu pada perempuan
lain ini.
Hingga pernikahannya
pun terombang-ambing di tengah badai masalah.
Pernikahan
Bukan Hanya Urusan Cinta
Seseorang
pernah berkonsultasi pada Umar bin Khattab ra. dan mengadukan keberadaan
istrinya. Ia mengatakan pada Umar, bahwa ia tak lagi mencintai istrinya sebab
itu ia akan menceraikannya. Apa jawaban Umar bin Khattab?
“Apakah pernikahan itu hanya urusan cinta? Dimana letak
tanggung jawab kalau begitu?”
Ya. Seringkali
kita dibombardir dengan cinta komersil ala sinetron dan film-film. Mulai dari kisah cinta tolol ala Romeo and Juliet, hingga Layla Majnun. Sampai kita sendiri tak mengerti
cinta sejati itu apa. Maka pernikahan yang merupakan bingkai suci
rumah tangga menjadi tak berarti karena tak merasakan cinta. Oh, benarkah itu
cinta?
Bagaimana
jika itu hanyalah godaan setan yang yuwaswisu
fi suduurinnas? Atau mungkin bujukan jin jahat yang senang memisahkan
pertalian pernikahan? Sebab dengan itu seseorang akan dijauhkan dengan
agamanya?
Apakah
tidak ingin bersyukur dengan pernikahan yang dijalani saat ini? Mengapa harus
terbelenggu masa lalu dengan kenangan yang justru menjerumuskan?
Konon, penyebab
seseorang masih terbelenggu masa lalu adalah ketiadaan konsentrasi dan fokus
pada masa kini. Sehingga ia kesulitan membedakan antara kenangan dan masa
sekarang.
Lalu bagaimana
dengan mendambakan perempuan atau laki-laki lain? Sejatinya ini diharamkan
dalam Islam. Menghadirkan bayang-bayang yang justru merusak pernikahan dan
melakukan khalwat di dunia maya
adalah sebuah kejahatan besar. Ia bisa merusak iman. Pun juga mengikis kadar
kepercayaan diri kita pada takdir Allah.
Syukuri
apa yang ada saat ini. Hiduplah di masa sekarang. Hiduplah di dunia nyata.
Sering-seringlah beristighfar dan jauhi godaan setan ataupun jin jahat yang
gemar memisahkan ikatan pernikahan. []
Komentar
Posting Komentar