Memilih Suami, dengan Cinta, Logika, atau Iman?


Adakah pembaca blog yang sedang galau memutuskan untuk memilih siapa sebagai pendamping hidup? Pilah-pilih hingga waktu terlewati demikian lama. Belum ketemu juga calon imamnya. Lalu, bagaimana dengan umur—ups, yang tidak mau diajak kompromi, duhai akhwat salehah? 
Ilustrasi: Pixabay

Ya, saya tahu. Memilih suami, ada rumusnya tersendiri. Rumus dengan syariat Allah Ta’ala menetapkan jika suami harus memenuhi beberapa kriteria. Di antara rumus memilih calon suami idaman menurut syariat Islam adalah sebagai berikut. 

Seiman 
Syarat terpenting dalam memilih jodoh dalam Islam adalah adanya kesamaan dalam iman. Maksudnya, seorang Muslimah hanya boleh dinikahi oleh Muslim. Bukan yang lain. Ini adalah pondasi dasar. Sebab, pernikahan dalam Islam merupakan ibadah sepanjang hayat. Ibadah paling lama, dan mulia di sisi Allah. Bagaimana mungkin bisa menjadi imam, jika tidak seiman?

Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS.Al-Baqarah [2]:221)

Baik Akhlaknya, dan Menjunjung Agama
Selanjutnya, adalah mengerti syariat Islam dengan baik. Bukan sekadar, status tapi benar-benar memahami bagaimana ibadah dalam Islam. Bagaimana syariat mengatur kehidupan. 
Hal ini sebagaimana hadis yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berikut ini:

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,  “Apabila ada orang yang kalian ridai agama dan akhlaknya meminang (anak perempuan atau kerabat) kalian, maka kawinkanlah ia. Jika kalian tidak melakukannya, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan luas di muka bumi.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim, ia berkata, “Ini hadits sahih sanadnya, namun Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya.”)

Lalu, bagaimana bisa mengerti jika lelaki yang datang untuk taaruf dan berniat mengkhitbah itu baik agamanya? Padahal, kita tidak mengenalnya dengan baik? 
Untuk itu, kita bisa menyelidikinya apakah laki-laki tersebut melakukan hal-hal berikut ini:
Ketaatannya dalam melakukan shalat lima waktu di masjid.
Ketaatannya dalam berpuasa Ramadhan.
Ketaatannya dalam berbakti pada orang tua. 
Ketaatannya dalam menjaga pergaulan, dan menjauhi ikhtilat (pergaulan yang tidak berprinsip islami).
Keataannya dalam al-wala dan bara. 
Ketaatannya dalam dakwah Islam.
Kita bisa menilainya dari pandangan ustadznya, gurunya, teman-temannya, tetangganya, dan lain-lain. Jadi, tentu saja ini tidak sama dengan ‘membeli kucing dalam karung.’

Bertanggung Jawab
Maksudnya, calon suami bisa bekerja dengan baik dan mampu menafkahi istri walaupun mungkin sederhana. Kalau lebih dari itu malah lebih baik. Allah Taala akan memberikan karunia pada mereka yang menikah dengan rezeki tak disangka-sangka. Jangan, hanya berpatokan pada slip gaji, karena bentuk rezeki Allah tidak hanya itu. Sebagaimana kisah dari Fathimah binti Qais ra. berikut ini:

Diriwayatkan dari Fathimah binti Qais Radhiyallahu Anha, ia menyebutkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa Muawiyah bin Abu Sufyan dan Abu Jahm telah meminangnya. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Adapun Abu Jahm itu tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya (suka memukul istri). Sedangkan Muawiyah itu orangnya miskin tak memiliki harta. Menikahlah dengan Usamah bin Zaid.” Aku tidak menyukainya. Beliau mengatakan, “Menikahlah dengan Usamah.” Aku pun menikahinya. Lalu Allah mengaruniakan kebaikan (harta) kepadanya. Aku pun senang. (HR. Muslim)

Seorang lelaki mungkin terlihat serabutan tak ada profesi khusus, namun mungkin rezekinya jauh lebih besar ketimbang yang ber-slip gaji. Hehe. Sebaliknya, jika ber-slip gaji tak perlu pilah-pilih istri harus cantik menawan hati layaknya artis. Cukup menilai dengan iman, dan beberapa kriteria yang ditentukan agama. Nah, akhwat sudah tidak bingung lagi memilih calon suami? []





Komentar

Postingan Populer