Cara Jitu Mengirimkan Naskah ke Penerbit



Mengirimkan naskah ke penerbit adalah langkah mainstream yang kekinian untuk menerbitkan naskah. Kenapa saya sebut mainstream? Langkah ini adalah hal yang seharusnya diketahui oleh penulis maupun calon penulis. Hal yang sudah jamak. Sudah biasa sebenarnya.

Ada yang sukses menggaet hati penerbit. Namun, sayangnya banyak pula yang gagal. Alih-alih diterbitkan, malah hanya dicuekin tanpa balasan.

Jadi, kenapa banyak penulis yang gagal mengirim naskah untuk diperhatikan editor?

Meskipun santai, asal tidak lalai. (Foto Pixabay)



Ada beberapa hal yang patut dipertimbangkan saat kamu ingin mengirimkan naskah ke penerbit. Walaupun, sudah berulangkali artikel semacam ini bertebaran di internet, toh lagi-lagi banyak pula yang kurang hati-hati dalam mengirim naskah.

Baik, saya dulu pun demikian. Mengirim naskah tanpa tahu aturan dan sebagainya. Hasilnya? Nggak ada balasan, Kakak. Ditoleh saja tidak, apalagi masuk seleksi editor untuk dipertimbangkan.

Apakah saya nyerah?
Yah, enggaklah. Jika kamu ingin menjadi penulis. Hapus kata ‘menyerah’ dari kamusmu. Sebab, penolakan dan penolakan itu suatu hal yang wajar. Belum lagi pahit manisnya jadi penulis. Mulai dari royalti yang tidak pernah terbayarkan padahal buku sudah beredar di mana-mana. Hingga, royalti buku yang menggemukkan buku tabungan saking banyaknya rupiah yang mengalir. Lah kok bicara royalti doang? Hehe. 

Mungkin masalah selain royalti adalah cap plagiarisme yang cukup mengerikan bagi saya. Itu cobaan pula untuk penulis.

So, bersiaplah dengan mental baja. Kalau bukan mental baja, bolehlah mental ilalang. Agar tak gampang dipatahkan pun walau angin topan bertiup.

Lalu apa langkah-langkah tepat untuk mengirimkan naskah ke penerbit?

Cermati Aturan Tiap Penerbit
Setiap penerbit unik. Memiliki aturan tersendiri dalam hal penerimaan naskah. Mulai dari ide-ide yang diusung hingga tata tertib administrasi naskah. Pastikan bahwa naskah yang sedang kamu tulis sudah ‘membidik’ penerbit tertentu. Entah itu naskah fiksi atau nonfiksi. Hal ini untuk mengefektifkan kinerja kepenulisanmu.

Sebenarnya, sah-sah saja sih kalau kamu menulis naskah sesuai dengan mood yang kamu miliki. Tapi, untuk menjadi penulis profesional kamu pun harus bekerja dengan cerdas. Saat menulis naskah, kamu sudah membidik penerbit-penerbit tertentu, maka hal ini akan menghemat langkahmu dalam mengirimkan naskah.

Setidaknya kamu tidak akan bertanya, “Penerbit apa ya yang mau dengan naskah A dengan tema B begini?”

Selain itu, bacalah aturan administrasi pengiriman naskah tiap penerbit. Kalau untuk saat ini, kita cukup dimudahkan dengan adanya internet. Tinggal browsing google, untuk penerbit yang dituju. Cek aturannya, emailnya, dan berapa lama penerbit mempertimbangkan naskah kita.

Ada penerbit yang hanya mau dengan naskah cetak (artinya kamu harus mengirim naskah dengan print out), tapi ada juga penerbit yang bersedia menerima naskah dengan soft copy.

Kalau danamu agak cekak, kamu bisa memilih penerbit yang menerima soft copy. Tapi, lebih baiknya memang mengirim naskah dalam print out, Kakak. Naskah yang dikirim dengan print out bisa lewat kantor pos, atau jasa pengiriman lainnya.

Sedangkan yang soft copy bisa lewat email resmi masing-masing penerbit.

Pastikan pula kredibilitas tiap penerbit. Artinya, penerbit yang ramah dengan penulis--menghormati hak dan kewajiban masing-masing (antara penulis dan penerbit)--tentu sangatlah pantas untuk dipertimbangkan. Demikian pula sebaliknya.

Caranya bagaimana? Kamu bisa mencermatinya dengan bertanya pada rekan penulis. Itu sebabnya penulis membutuhkan komunitas.

Lakukan Editing Mandiri
Sekarang kembali ke naskah yang sedang kamu tulis. Mempersiapkan naskah dengan rapi merupakan bentuk kesungguhanmu agar naskah layak dipertimbangkan. Sebab, itu lakukan editing mandiri sebelum naskahmu dikirim.

Melakukan editing mandiri akan meminimalisasi kesalahan ketik (typo), kalimat tidak logis, diksi kacau, atau EBI (Ejaan Bahasa Indonesia) yang ngawur.

Beri Sinopsis yang Memikat
Tentu saja, naskah tidak dikirimkan begitu saja tanpa sinopsis. Jadi, tulis sinopsis dengan memikat ya. Jika naskah yang sedang atau akan kamu kirim adalah naskah nonfiksi, kamu bisa menulis sinopsi beserta daftar isi, plus keunggulan naskahmu dibandingkan buku sejenis yang beredar di pasaran. 

Sedangkan jika naskahmu adalah naskah fiksi seperti novel, kumpulan cerpen, dan lain-lain, kamu bisa menulis sinopsis menyeluruh dengan singkat dan gaya memikat. Ada sebagian penerbit yang menginginkan sinopsis novel diberi breakdown setiap bab. Ada pula yang cukup dengan sinopsis cerita secara keseluruhan dalam 3 lembar kertas A4. 

Tulislah Surat Pengantar dengan Santun
Seorang editor pernah bercerita bahwa ia menerima email ajuan naskah dengan kalimat yang dipenuhi huruf kapital, dan tanda seru. Seolah-olah si penulis sedang marah-marah. Nah, tentu hal ini tidak sopan, bukan? Tulislah email, atau surat pengantar dengan bahasa resmi (formal). Tidak meye-meye, lebay, atau norak. 

Caranya gimana? Yah, belajar dulu dong nulis email yang memikat itu seperti apa. Banyak kok artikel yang mengulas.

Beri Identitas Diri
Tentu saja. Jika tidak, editor akan merasa menerima surat kaleng. Ini naskah siapa?
Identitas sesuai dengan KTP yang berlaku, nomor ponsel, alamat rumah, blog pribadi, atau akun media sosialmu.

Tunggulah Masa Seleksi dengan Sabar
Ini sering banget kamu dengar, bukan? Yap, sabar artinya tidak berdiam diri tanpa melakukan apa-apa. Sebaliknya, menunggu hasil review penerbit terhadap naskah kita bisa kita isi dengan menulis lagi. Lelah? Tidaklah demikian saya rasa. Ini jika hobi kamu benar-benar menulis ya.

Berapa lama masa seleksi tiap penerbit? Ada yang sebulan sudah mengirimkan email hasil seleksi. Ada pula yang dua hingga empat bulan.

Lebih dari itu? Kita bisa menanyakannya pada penerbit dengan sopan. Jangan ala debt collector yang nagih utang ya, penulis juga penting memperhatikan attitude.

Nah, semoga berhasil! []




Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer