From Rusia With Islam (Ali Yakoubov)

Mukjizat hadir di pedesaan kecil di pedalaman Rusia

Tuhan Belum Mati

Gumpalan salju tipis turun perlahan bagai kapas yang diterbangkan angin. Padang savana, pepohonan araukaria, pucuk-pucuk cemara, bangunan-bangunan berbentuk kastil, tampak memutih disepuh oleh salju. Dalam suasana serba putih Dagestan—sebuah wilayah di utara Rusia—nampak menjelma seperti kepingan-kepingan kristal.

Jalan-jalan yang berkelok dan terjal putih. Rumah-rumah penduduk putih. Tempat penggembalaan pun tampaknya juga turut memutih. Taman-taman yang memancarkan air pun ikut membeku seperti pahatan kristal.

Matahari sama sekali enggan menampakkan diri. Angin beriup kencang. Menerbangkan sisa-sisa salju yang masih turun mencium bumi. Pepohonan bereozka di kanan kiri jalan nampak bergoyang pelan saat dihempas angin. Nampaknya pepohonan ini sudah pasrah oleh takdir Tuhan seru sekalian alam. Ia tampak diam dalam kebekuan, di antara rantingnya yang meranggas. Daun-daunnya telah jatuh satu persatu sejak musim dingin telah membentangkan jubah putihnya.

Salju beterbangan dan melayang turun perlahan. Pohon-pohon pinus di sekitar pinggiran Republik Dagestan tampak menggigil dikepung salju. Suhu mencapai minus delapan belas derajat celcius. Orang-orang menutupi tubuhnya dengan pakaian rapat yang tebal dan berbulu. Rumah-rumah dan gedung-gedung menutup pintunya rapat-rapat. Seolah-olah tidak akan membiarkan sihir musim dingin masuk ke celah terkecil di dalam rumah mereka. Tidak boleh ada sedikitpun angin yang masuk. Sebab, membiarkan angin dingin masuk ke dalam rumah, sama juga dengan mengundang malaikat maut. Alat-alat pemanas dinyalakan. Tidak boleh terlewat sedikit pun dari penghangat buatan ini.

Salju turun perlahan tidak membuat Republik Dagestan di pelosok bumi Rusia ini membeku. Orang-orang masih asyik bekerja di tempatnya masing-masing. Pedagang masih menggelar dagangannya di gedung khusus. Sekelompok anak-anak kecil juga masih nampak sedikit di depan pintu sekolah. Sebelum guru mereka berteriak menyuruhnya masuk.

Demikian halnya kesibukan di sebuah rumah kecil di pojok Dagestan. Madina, seorang perempuan Rusia berjilbab, nampak sedang memegang bayi lelakinya yang berusia 9 bulan. Namun, si kecil berwajah tampan khas anak Rusia itu tampak menggeliat kesakitan. Sang ibu memandangnya dengan cemas. Sementara tidak ada siapapun di rumah. Suaminya sedang bekerja di kantor kepolisian di Dagestan—seorang polisi lokal yang sangat baik dan ramah. Ia mempunyai dua anak, si bayi tampan ini adalah anak kedua.

Ali Yakoubov, nama bayi kecil tersebut, terus menerus menangis. Hingga pada satu titik ia berhenti. Madina menarik napas lega. Ia kembali menggendong Ali dengan menyenandungkan lagu-lagu khas Dagestan. Sejak lama ia tidak menyukai pemerintahan Rusia, yang kadang tidak berbuat adil terhadap mayoritas muslim di Dagestan. Namun, merupakan minoritas di Rusia.

Siapapun mengenal Rusia. Negeri beruang merah ini adalah negeri khas Stalin, walau pun sekarang telah mengakui banyak melakukan berbagai perubahan di berbagi bidang. Tapi, tetap saja. Nafas keagamaan, sangat jarang dirasakan di sana.

Stalin dengan pemikirannya “Hancurnya tiga perempat dunia tidak menjadi persoalan sebab yg penting ialah agar sisanya yg seperempat lagi menjadi komunis.” Rumus ini diterapkannya di Rusia pada masa revolusi. Sesudah itu diterapkan pula di Cina dan di negara-negara lain hingga berjuta-juta manusia dibantai. Intervensinya ke Afghanistan juga dilakukan setelah melakukan intervensi ke negara-negara Islam lainnya seperti Bukhara dan Samarkand. Jelas semuanya terangkum dalam rumusan yg ganas tersebut di atas.

Dihancurkannya masjid-masjid dan disulapnya menjadi tempat-tempat hiburan dan pusat-pusat partai. Dilarangnya orang-orang Islam utk menonjolkan slogan-slogan agamanya. Menyimpan Alquran dianggapnya sebagai perbuatan kriminal berat dan hukumnya dipenjara 6 tahun. Expansi yg telah mereka lakukan telah banyak menelan korban umat Islam. Mereka telah menduduki negara-negara Islam membinasakan rakyatnya merampok harta bendanya dan menginjak-injak kehormatan agama dan kesucian umat Islam. Mereka tidak segan-segan melakukan penipuan pengkhianatan dan pembunuhan utk melenyapkan lawan-lawannya meskipun dari anggota partainya sendiri bahkan terhadap orang tua dan keluarganya sendiri yg menentang alirannya.

Hingga saat runtuhnya Uni Sovyet, tetap saja pemikiran atheis Stalin menjadi patokan berpikir sebagian besar penduduk di negeri itu. Walaupun komunisme telah mati. “Manusia modern tidak memerlukan Tuhan,” adalah sebagian slogan yang menjadikan penduduk Rusia malas untuk memeluk sebuah agama tertentu. Anggapan ini semakin menjadi tatkala berbagai penemuan teknologi semakin canggih. Agama malah dianggap candu pemalas yang tidak ingin berkembang.

Tokoh lainnya, adalah Nietzche yang menyatakan bahwa, “Tuhan telah mati.” Merupakan kalimat yang paling akrab di dalam benak orang-orang atheis Rusia. Kalimat ini berasal dari paham atheisme materialisme, yaitu wujud segala sesuatu didasarkan kepada materi. Maka menurut Nietzche, tidak perlu ada Tuhan, karena Dia sudah lama mati. Namun, saat tulisan ini ditulis, justru Nietzche yang mati, dan Tuhan masih hidup dengan segala kekuasaan-Nya. Sayangnya, tidak  semua orang Rusia mampu melihat keagungan Allah.

Sebab itulah, Dagestan merupakan provinsi yang dulu seringkali bergolak. Masjid-masjid di bakar dan dimusnahkan. Orang-orang muslim dibantai dan diculik. Hal ini menjadikan sebagian penduduk Dagestan sangat berhati-hati dalam bertingkah laku. Sekali salah, tentu saja hukumannya adalah penjara yang pengap. Atau malah tiang gantungan.

Madina mencium kening Ali Youkubov dengan penuh kasih sayang. Betapa terkejutnya ia saat ada tanda-tanda aneh di sekitar dagu Ali. Sebuah tanda kemerahan yang nampaknya merupakan sebuah tulisan. Ia menjerit memanggil ibunya.
Ia tidak tahu bahwa setelah ini, kehidupan keluarganya akan berubah hingga seratus delapan puluh derajat.

Ayat-Ayat Allah 
Ali Yakoubov dengan mata bening dan besarnya khas bayi-bayi tsar Rusia, memandang ke sekeliling. Bibirnya bergumam mengocehkan sesuatu dalam bahasa bayi. Sedangkan kakinya menendang-nendang ke atas, memperlihatkan sesuatu.

Nenek Ali, menggendong sang cucu di tangannya. Kemudian mengayunnya pelan. Ali yang tampak mengoceh menendang-nendang ke udara, memperlihatkan kakinya yang gemuk dan mungil. Namun, ada beberapa tanda kemerahan yang nampak halus di sana.

“Apa ini?” Tanya sang nenek pada Madina. 
Madina memicingkan matanya menatap guratan-guratan tidak menyembul di atas kulit kaki Ali. Ia meletakkan jemarinya di sana. Halus. Tidak ada tanda bahwa tanda-tanda merah ini dilukis atau dicetak sedemikian rupa.

“Aku sendiri, tidak tahu, Bu.” Madina mengangkat bahunya. 
“Apa ini sebuah penyakit?” Nenek kembali menatap tulisan berbentuk bulat-bulat panjang yang sepertinya ia kenal dengan baik.

“Sakit apa?” Madina bertanya dengan suara parau. 
“Semacam penyakit kulit mungkin?”
“Ah, Ali tidak pernah memilikinya.”
“Ali kan pernah sakit?”
“Iya, tapi bukan penyakit kulit. Ali mengidap cerebral palsy dan jantung bawaan. Kasihan, anakku.” Madina mencium pipi Ali dengan sayang. 
“Tapi, Nek. Dagu Ali ketika keluar sesaat setelah persalinan terdapat tulisan merah muda. Ada lafadz Allah di dagunya.”

Nenek Ali menggendongnya kemudian menyenandungkan lagu-lagu lama Dagestan. Sebelum kemudian ia memanggil putrinya. 
“Madina, lihat! Apa ini bukan tulisan ayat seperti di dalam Al-Qur’an?”
Madina mengucek matanya yang tidak gatal. Melihatnya dengan mata terbelalak. 
“Bukankah ini tulisan arab? Tulisan ayat dalam Al-Qur’an, Ibu?” Madina mengusap sayang kaki Ali.
Ali hanya memainkan kakinya dan mengoceh. Matanya yang berwarna keabuan tampak lucu di antara ibu dan neneknya. 
“Iya, betul. Tapi apa? Buat apa?”
“Aku tidak tahu, Bu.” Sahut Madina kemudian.

Di luar salju masih turun perlahan menyentuh pucuk-pucuk cemara, dan rerumputan yang mengering karena musim dingin. Udara dingin luar biasa. Di dalam rumah itu, Madina dan nenek Ali tampak kebingungan.

Madina menyambar sebuah ponsel yang tergeletak  di atas meja. Ia menekan-nekan tombol yang tertera di atas ponsel tersebut. Tidak lama kemudian suara seorang lelaki terdengar dari jauh. 
Benar saja. Sang Ayah menyatakan bahwa tulisan berwarna merah muda itu adalah tulisan  ayat-ayat Allah. Segera saja mereka menemui seorang dokter muda yang dekat dengan tempat tinggal mereka. 
Sang dokter, Ludmilla Lusyinov, melihat fenomena ini dengan takjub.

“Entahlah, saya belum pernah melihat hal semacam ini.” Ia meneliti satu persatu ayat-ayat di atas kulit Ali. 
“Jika hal ini adalah dermatrofic uritria, tentunya tulisannya tidak akan sehalus ini. Pasti ada tonjolan keluar. Sedangkan tulisan di badan Ali nampak luar biasa halus.” Ludmilla membenarkan letak kacamatanya.

“Apa hal ini pernah terjadi sebelumnya?”
“Maksudnya, Dok?” Ayah Ali bertanya dengan nada khawatir. 
“Munculnya tulisan berwarna merah ini?”
“Hanya beberapa dahulu di sekitar dagu Ali. Lafaz Allah.” Jawabnya. 
“Kalau di kaki ini artinya apa?” Tanya Ludmilla.
“Ehm, ini ayat di surat Az-Zumar, ayat ke tigapuluh sembilan. 
   
Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.”
Madina meletakkan tangannya di meja periksa. “Apa fenomena ini, Dok?”
Ludmilla berpikir keras. Ia menggelengkan kepalnya. “Saya belum tahu. Tapi bisa jadi merupakan tanda-tanda keberasan Allah yang ditunjukkan kepada kita.”
“Semacam keajaiban?” Ayah Ali terbelalak. 
“Semacam itu.” Ludmillah berkata dalam nada gamang. Ia sendiri kebingungan, namun dalam hati ia berkata subhanallah. Maha Suci, Engkau Ya Allah.
“Aku membaca rekam medis Ali Yakoubov. Tapi sungguh aku kaget. Di sana tercantum bahwa Ali mengidap cerebral palsy, dan penyakit jantung bawaan. Saat aku memeriksanya tadi. Aku tidak melihat tanda-tanda itu di dalam tubuhnya.”
Madina, dan suaminya, berpandangan. Seketika, bibir mungil mereka meluncur kalimat, “Subhanallah. Alhamdulillah.”

Ali yang sedang digendong perawat. Menggeliat kecil dan mengoceh. 
Sekembalinya Ali dan keluarga dari dokter. Mereka melihat kerumunan kecil orang di sekitar rumahnya. Para tetangga. Rupanya nenek Ali bercerita kepada mereka apa yang sedang terjadi dengan Ali. Madina yang sedang menggendong Ali nampak kaget, dan agak shock. Tidak disangka, rupanya hal ini menjadi perhatian banyak pihak.

“Mana bayi ajaib itu?” Teriak salah satu di antara mereka. 
Ayah Ali melindungi Madina yang sedang menggendong Ali. Menyeruak di antara kerumunan. 
“Apa benar di sekitar tubuh Ali, ada ayat-ayat Allah?” Sahut salah seorang di antara mereka.
“Apa benar itu tanda bahwa Al-Mahdi akan datang Yakoubov?”

Ayah Ali terkesiap. Sungguh ia tidak menyangka bayi mungilnya mendapatkan anugerah tersebut. “Kedatangan Al-Mahdi, kalian ada-ada saja.” Ia melewati kerumunan kecil itu dengan mengangkat Ali tinggi-tinggi.

Seketika menjuntai kaki mungil Ali yang bertuliskan surat Az-Zumar ayat 39 tersebut. Kerumunan itu pun layaknya lebah yang mengaung keras. “Subhanallah! Allahu Akbar!” Teriak mereka beramai-ramai. 
Tidak lama kemudian, setelah berpamitan dengan tetangganya. Kedua orang tua Ali membawanya masuk ke dalam rumah. Dalam dada mereka masih dipenuhi rasa aneh dan bingung.

Benarkah ini terjadi? 
Benarkah Ali mendapatkan isyarat-isyarat itu dari Allah?
Apa yang akan terjadi padanya nanti?

Madina menghembuskan napas panjang. Sementara, suaminya Yakubov terdiam beberapa jenak. Jika ini adalah penyakit. Mengapa tulisan dalam tubuh Ali tidak menyembul sama sekali? 
Di luar nalar. Ia memeluk bocah mungil berkulit putih itu. Ali tertawa. Tangannya yang mungil menggapai-gapai.

Semoga saja, jika ini memang benar isyarat dari Allah. Ali akan diselamatkan-Nya dengan cara yang terbaik.

Kunjungan Ribuan Orang
Benar saja, keesokan harinya. Kerumunan yang tidak sama kembali menyerbu rumah keluarga Yakoubov. Kali ini lebih besar. Lebih sesak. Lebih banyak orang yang datang. Nenek Ali mengintip dari balik jendela, dan memandang dari dalam.

“Ya, Allah. Mereka banyak sekali. Apa yang harus kita lakukan?” Jantung Madina serasa copot saat menyaksikan kerumunan di luar rumahnya. Siapa yang menyebarkan berita ini?

Yakoubov melongok ke luar. Matanya membelalak, sementara udara dingin tidak mampu membuat dirinya tidak berkeringat. Baru sekali ini rumahnya, rumah sederhana di sebuah desa di Daghestan, menjelma menjadi layaknya rumah presiden.

Kerumunan orang menyemut, dan tampak semakin menggelisahkan di luar. Sementara kabut tebal mengepung jalanan terjal, dan berbatu. Mereka sama-sama penasaran, dengan bayi ajaib bernama Ali Yakoubov. Bocah yang ditubuhnya terpahat ayat-ayat Al-Qur’an. Hal luar biasa terjadi di bumi Daghestan. Selama ini, konflik militer pada tahun-tahun sebelumnya, telah membuat banyak kaum muslim terjepit dan terlempar ke dalam posisi yang tidak menguntungkan.

Daghestan adalah negeri yang mayoritas penduduknya muslim. Namun, rasanya ini tidak akan berarti karena harus tunduk di bawah federasi Rusia. Negara besar atheis, yang katanya sekarang semakin ramah dengan agama. Entah benar atau tidak. Rakyat Daghestan yang sudah lama berkonflik merasa lelah dengan janji-janji pemerintah Rusia.

Nenek Ali, menggendong Ali yang sudah dimandikan, dan terlihat sangat tampan dalam balutan sweater tebal berwarna merah menyala. Ia juga mengenakan topi sweater warna hitam putih. Pipinya yang montok seperti buah tomat yang baru masak.

“Ada apa? Ada apa?” Suara nenek terdengar panik. Sementara kerumunan orang di luar rumahnya semakin besar. Dengungan suara manusia yang bergerombol itu layaknya seperti dengungan lebah. Hatinya merinding ketakutan.

“Bu, bagaimana ini?” Madina berjalan mondar-mandir ketakutan. Sama sekali ia tidak berani membuka pintu. Jika dibuka, bagaimana mungkin rumah kecil mereka bisa menampung ratusan orang di luar sana?

Yakoubov nampak gelisah. Sesekali ia memandang jam dinding bulat di seberang ruang makan. Sudah masuk jam kerja, apa kata atasanku nantinya?

“Apa kau tidak kerja?” Sang nenek tampaknya mengerti kegelisahan Yakoubov. 
Yakoubov mengangguk, “Tapi, bagaimana mungkin aku bisa menembus ratusan orang di sana, Bu? Aku takut terinjak. Lalu bagimana bisa aku meninggalkan kalian di saat seperti ini?” Suaranya nyaris putus asa.

Nenek Ali menyahut, “Ya Allah, seperti masa pemberontakan Shamil Basayef saja. Oh, apa yang akan terjadi dengan kami?”
Yakoubov nampak mendapatkan ide, “Aku akan menelepon kepolisian, semoga mereka dapat membantu kita.”
Madina yang saat itu tampak menimang Ali yang mulai tertidur, berteriak girang. “Sayang, kenapa kita tidak berpikir demikian dari tadi?”

Yakoubov tersenyum memamerkan deretan giginya. Wajah lelaki yang sudah memasuki kepala empat itu nampak cerah. Ia menekan-nekan tombol ponsel kemudian, berbicara sebentar. 
Sementara itu, salju sudah mulai turun. Kerumunan orang di depan rumah sederhana semakin banyak dan tampak mulai meringsek menggedor pintu. Hawa kematian berbau aroma tidak nyaman. Kakak Ali yang nampak terbangun karena tidak sehat, datang dengan wajah yang takut.

“Mat’ ... Otets, apa .... apa .... ada apa ini?” Putri sulungnya tergagap bingung. 
Yakoubov datang kemudian memeluknya. “Tidak usah khawatir, Sayang. Mereka hanya ingin melihat adikmu.”

Gadis kecil berusia sekitar 7 tahun itu mengangguk. Rambutnya yang pirang ikut bergerak-gerak saat kepalanya  mencoba melihat dari balik celah jendela. 
“Assalamamu’alaikum, Otets Ali. Tolong buka pintunya! Kami hanya ingin melihat ayat-ayat Allah!” suara bariton lelaki dari luar pintu.

Mereka serentak terdiam kebingungan. Jika dibuka, bagaimana mungkin massa yang begitu banyak memenuhi ruangan kecil? Apabila dibiarkan saja, tidak lama kemudian pintu itu pasti akan terdobrak, dan rusak. Dengan demikian, meraka akan masuk dan hasilnya malah lebih tidak bagus lagi. Massa yang marah lebih kuat dari hentakan meriam.

Madina bergidik. Ia gemetar ketakutan. Merasakan ada sesuatu yang tidak nyaman. Ali bergerak-gerak di gendongan ibunya. Ia nampak tidak nyaman, dan tidak lama kemudian mulai menangis. 
“Otets Ali!” 
“Madina!”
“Buka pintunya!” 
“Buka atau kami dobrak!”

Suara-suara di luar semakin liar. Semua panik. Tidak ada yang bisa merasakan nafasnya, kecuali detak jantung yang semakin keras berpacu. Berkali-kali nenek Ali menengadahkan tangan ke langit memohon kebaikan Allah.

Putri sulung Yakoubov menangis melihat adiknya. Ia bingung dengan apa yang terjadi. Tubuhnya menggigil ketakutan di dalam pelukan Yakoubov. Lelaki itu nampak pias. Ruangan serasa semakin sesak, tatkala gedoran pintu semakin keras.

Saat mencekam semakin menguras emosi. Hingga suara ponsel melengking di tengah kesenyapan dan keramaian di luar. 
“Tuan Yakoubov, tenangkan keluarga Anda. Kami sudah mengamankan kerumunan orang di sini. Jika aku mengetuk pintu bukalah. Kami akan membantu mereka satu persatu masuk dengan tertib. Semua akan terkendali. Semua akan selamat.”
Terdengar suara berat di ujung telepon. Seorang kepala kepolisian setempat. Hati Madina rasanya diguyur es, saat Yakoubov mengatakan siapa yang menelepon. Seketika itu juga, lelaki berbadan kurus itu melakukan sujud syukur.

Bertemu Media
Fenomena munculnya ayat-ayat Al-Qur’an pada tubuh mungil Ali Yakoubov. Perlahan menjadi badai gletser yang menyapu perhatian di seluruh kawasan Daghestan, hingga Rusia. Semua mata memicingkan pandangan. Hingga pagi itu, saat usai menunaikan shalat Shubuh berjama’ah di sebuah masjid terdekat. Langkah-langkah lebar Yakoubov dihentikan oleh kerumunan orang yang membawa kamera, dan perangkat jurnalistik lainnya. 
Ia terhenyak. Namun, kakinya gemetar.

“Tuan Yakoubov, bagaimana Anda menjelaskan kemunculan ayat-ayat di tubuh bayi Ali?”
“Apa benar ini sebuah keajaiban?”
“Apa benar sebelum kemunculannya, Ali menjerit kesakitan. Lalu suhu badannya meningkat?”
Suara-suara wartawan semakin tidak jelas ditelinganya, hingga ia ingin masuk ke dalam rumah. 
“Bolehkah kami melihat bayi Anda, Tuan Yakoubov?”
Yakoubov tampak kebingungan. Namun, ia melihat hanya sekitar 15 orang wartawan di depannya. Ia menelan ludah. 
“Iya, bisa. Tapi tunggulah hingga Ali bangun. Sekarang ia masih tidur.”
Mereka sepakat untuk menunggu Ali.

Saat Ali sudah bangun, mandi, dan minum susu, ia tampil menakjubkan di depan wartawan. Wajah bayinya yang lucu membuat kamera tidak henti-hentinya menyalakan blitz. 
Benar saja. Tidak lama kemudian wawancara dengan beberapa kantor berita ternama di Rusia berlangsung. Saat wawancara, Madina diminta untuk menyingkap kaki kecil Ali. Terlihat sebuah tulisan ayat berwarna merah muda. Namun ada beberapa huruf yang memudar.

“Biasanya tulisan-tulisan ini akan muncul di hari Jum’at atau Senin. Tubuh Ali menggigil, dan ia demam hingga 40 derajat celcius. Dokter yang kami temui juga tidak bisa memberikan keterangan yang cukup. Ia sendiri bingung. Hal yang kami syukuri adalah karena saat ini Ali dalam keadaan sangat sehat. Dulu ia terlahir mengidap cerebral palsy, dan kondisi jantung iskemik. Tapi, Allahu Akbar. Saat ini diagnosis dokter mengatakan bahwa ia dalam keadaan yang sangat sehat!” Mata Madina berkaca-kaca.

Rusia Gempar!
Tidak dinyana sebelumnya, jika berita mengenai keajaiban Ali Yakoubov menjadi sebuah headline besar di Rusia pada tahun 2009. Bahkan pemimpin kota Kilzyar, mendatangi Ali dan mengatakan. 
“Fakta bahwa ini keajaiban terjadi di sini, adalah sinyal bagi kita untuk memimpin dan membantu saudara-saudara kita menemukan kedamaian,” kata kepala daerah Kizlyar, Sagid Murtazaliyev, pada wartawan. “Kita tidak boleh lupa, jangan sampai ada perang terjadi (lagi) di sini.”

Berita keajaiban Ali Yakoubov juga mengusik pernyataan-pernyataan mengecam dari para atheis. Mereka menghina, dan meragukan berita tersebut. Keterusikan ini, hanya karena keajaiban di tubuh Ali merupakan tanda-tanda kebesaran Allah.

Hingga sebuah live show mengenai ayat-ayat yang terpahat di tubuh Ali menjadi sebuah perhatian di Rusia. 
“Apa benar kalian menyiksa bayi Ali?” Tanya host wanita berambut pirang kepada Madina, dan Yakoubov Shamil.

Kedua orang tua Ali berpandangan, “Tidak. Kami mencintai Ali. Memang sulit mempercayai ada tanda dari Allah di negeri ini.” Jawab Yakoubov. 
“Banyak juga pihak yang menyatakan bahwa ini merupakan sebuah fenomena tentang penyakit dermatographic urticaria. Apa pendapatmu mengenai hal ini Tuan Yakoubov?”

Yakoubov Shamil tampak menghembuskan nafas dengan berat. sudah diduga sebenarnya. Banyak pihak yang akan menolak keajaiban dalam tubuh Ali. Bukan sesuatu yang mengherankan. Rusia, negara dengan penduduk yang mayoritas tidak beragama ini tentu akan kesulitan untuk menjawab hal di luar nalar mereka.

Dermatographic urticaria merupakan penyakit kelainan kulit yang diderita sekitar 4-5% manusia saja. Penyebabnya adalah lapisan sel-sel di permukaan kulit yang mengeluarkan histamin tanpa adanya antigen, karena membran yang lemah di sekeliling lapisan sel-sel tersebut. Histamin yang dihasilkan membuat kulit membengkak di daerah yang berpenyakit. Kulit penderita menjadi mudah merah meradang pada saat disentuh atau digores dengan benda tumpul. Akibatnya, seseorang bisa dengan leluasa membentuk tulisan atau gambar pada kulit penderita dermatographism ini.

Beberapa pihak yang menyangkal dan meragukan keajaiban Ali Yakoubov menjadikan ini sebagai argumen untuk menolak tanda-tanda kebesaran Allah di tubuhnya.

“Begini, kami pernah diingatkan tentang penyakit kulit ini. Kami berikan fakta bahwa Ali Yakoubov tidak pernah mengidap penyakit tersebut. Jika tidak percaya, rabalah ayat-ayat yang ada di atas tubuh Ali. Anda tidak akan merasakan adanya tonjolan sebagaimana penulisan di atas kulit penderita dermatographic urticaria.” Yakoubov Shamil menjelaskan panjang lebar.

Madina kemudian menambahkan, “Penyakit itu juga tidak akan mengakibatkan kenaikan suhu badan bukan? Sedangkan yang terjadi pada Ali. Setiap kali akan muncul ayat-ayat tersebut. Kami melihat suhu badannya naik. Demi Allah, kami tidak melakukan apapun kepadanya.” 
Acara itu pun berakhir dengan perdebatan antara penonton, host acara, dan narasumber seorang pemerhati kehidupan sosial.

Ancaman Pembunuhan
 Bukan hanya Rusia yang dihebohkan mengenai keajaiban di dalam tubuh Ali Yakoubov. Bayi mungil itu juga menggemparkan sebagian Eropa, dan Amerika. Berbagai kontroversi mengenai berita ini rupanya menggelisahkan sebagian orang. Termasuk orang-orang yang tidak beriman.

Kontroversi ini dapat dilihat di berbagai situs berita dunia. Reuters, bahkan secara khusus memuat liputan khusus tentang Ali Yakoubov. Interfax, kantor berita utama Rusia juga meliput secara langsung keajaiban Ali. Selain itu, muncul banyak perdebatan sengit di berbagai situs dunia. Setelah diunggahnya fenomena Ali Yakoubov ke dalam Youtube. Tidak kurang jutaan orang telah menonton videonya. Berdebat, mengagungkan Allah, atau bahkan menghujat.

Siang itu, salju tidak turun di Kizlyar, namun hawa dingin di daerah Kaukasus Utara itu sangat menggigit. Matahari tidak nampak seperti hari-hari sebelumnya. Para lelaki dan perempuan memenuhi pasar, dan jalanan dengan palto tebal. Demikian halnya dengan rumah Ali Yakoubov, bayi mungil itu ada di dalam gendongan Madina, sang Ibu. Ia tampak kelelahan dengan berbagai acara yang diikuti. Jika ia menolak, mungkin hal ini tidak akan terjadi. Namun, bagaimana mungkin ia bisa menyembunyikan tanda-tanda dari Allah?

Seorang ulama di Kizlyar, bahkan menyebutkan, “Mereka harusnya bertobat dari dosa-dosa mereka, dan meninggalkan perselisihan mereka, konflik, dan konfrontasi pembunuhan antarsaudara bahwa hari ini getar tanah yang diberkati Dagestan dan seluruh Kaukasus.”

Namun, tidak semua pihak tampak senang dengan fenomena langka ini. Siang itu, serombongan orang bersenjata menaiki jeep berhenti tepat di depan rumah Ali Yakoubov yang masih penuh dengan orang. Mereka melompat, berteriak, dan mengacung-acungkan senjata.

Seorang kepala rombongan datang dan masuk ke dalam rumah Ali dengan kasar. Yakoubov memang seorang polisi lokal. Tapi, kala itu ia sendirian, sehingga ia memasang badan melindungi keluarganya.

“Apa yang kalian inginkan?” Tanya Yakoubov dengan lantang. Ia merasa terusik dengan kedatangan orang-orang bersenjata ke dalam rumah mereka. 
“Mana bayi itu?!” Salah seorang di antara mereka melompat di hadapan Yakoubov. 
“Sopanlah sedikit! Ini rumah saya!” 
“Iya, mana bayi ajaib itu?” Katanya lagi. 
“Untuk apa kalian mencarinya?” Yakoubov bertanya dengan mata menyala. 
“Aku tidak suka ia dipuja-puja. Bukankah bayi itu disembah oleh kalian?”
“Masya Allah, siapa bilang. Aku ayahnya, tidak ada siapapun yang menyembah anakku!” 
Rombongan ekstrimis meringsek masuk, dan mengancam akan membakar rumah itu jika Ali Yakoubov tidak keluar. Akhirnya setelah lama bersitegang. Yakoubov menyerah. Ia memanggil Madina dan Ali untuk ke luar.

Saat itulah kepala rombongan lelaki bersenjata itu masuk, dan melihat Ali. Ia memandang Ali, dan menyingkap bagian paha dan lengannya. Mencari-cari tulisan ayat Al-Qur’an di sana. Namun, ajaibnya tidak ada satupun huruf Al-Qur’an ada di atas tubuh Ali. Ayat-ayat itu lenyap seketika.
“Mana? Aku tidak melihat apa-apa!” Serunya keras-keras.

Madina memeluk Ali dengan erat. Takut terjadi apa-apa. Beberapa pengunjung yang datang ke rumah sederhana itu berteriak menyuruh rombongan tidak bermoral itu pergi.

“Kamu tidak akan bisa melihatnya. Kemarin salah seorang tetanggaku yang mabuk juga datang ke sini. Dan Ali tidak mengizinkan mereka melihat keajaiban Allah!” Seru Madina dengan keras. 
Dari arah belakang, beberapa pengunjung juga nampak marah oleh tingkah rombongan bersenjata itu.

“Jika kalian masih menyembah bayi ini, aku akan membakar rumah Ali dengan tanganku sendiri!” Ancam seorang lelaki bersenjata dengan kasar. Rupanya ia menyadari tidak mungkin melihat keajaiban dari tubuh bayi lelaki itu sekarang.

Tidak lama kemudian suara sirine mengaung keras-keras di luar. Rombongan lelaki bersenjata itu berhamburan menuju jeep mereka. Secepat kilat mereka memacu jeep itu dengan kecepatan setan. 
Dengan sigap pasukan kepolisian datang dan mengamankan rumah Yakoubov. Mereka mencari-cari jejak para ekstrimis liar yang telah mengancam keluarga mungil tersebut. Namun, jejak tersebut tidak ada.

Madina nampak menggigil ketakutan di pojok ruang. Ia menangis, dan membawa Ali ke dalam kamar. Sementara, suaminya bercakap dengan kepala kepolisian. Atas nasihatnya rumah itu kemudian dijaga secara ketat dengan pengawalan langsung pihak kepolisian.

Hingga kini kontroversi tentang keajaiban tersebut menjadi diskusi tersendiri di dunia maya.  
Setiap keajaiban dari Allah, memang terkadang ditentang oleh orang-orang tidak beriman. Berbagai argumen di keluarkan. Berbagai penolakan diberikan. Berbagai alasan dibuat sedemikian rupa. Inilah bukti kekalahan. Kekalahan dari keangkuhan manusia. Bahwa manusia itu kecil di mata Allah. Jika Allah berkehendak, tidak ada yang mustahil di mata Allah.

Kita telah banyak menyaksikan fenomena lainnya. Bagaimana mungkin seorang bocah terlahir dari keluarga non muslim seperti Alexander Pertz bisa menemukan Islam, dan mencintainya sedemikian rupa?

Bagaimana mungkin, seorang bocah seperti Husein At-Tabatabai dapat sedemikian hebat dalam memahami dan menghafal Al-Qur’an, bahkan kecepatan berpikirnya melebihi kecepatan search engine?

Kemuliaan Allah tidak akan luntur hanya karena ulah orang-orang yang ingkar. 
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami disegala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (QS. Fush-Shilat : 53).
Ali Yakoubov, dengan kepolosannya. Telah menyentil kesombongan dan keangkuhan kita sebagai manusia. Masihkan kita meragukan tanda-tanda kebesaran Allah? 
Mari kita berdoa, agar Ali Yakoubov dan keluarganya selalu dalam lindungan dan berkah Allah subhanahu wa ta’aala. [] dipersembahkan oleh Halal Beauty Shop



Komentar

Postingan Populer