Berlian Hitam dari Afrika (Syarifuddin Khalifah a.k.a Shaikh Shariff Mikidadi Matango)

Anak kecil menyimpan banyak kajaiban 



Dokter telah memvonis bahwa janin dalam perut Clemencial Michael Isamaki, istri pertama dari Maurice Robert Matongo, telah meninggal. Hasil scan telah membuktikan hal tersebut. Betapa sedihnya perempuan itu, seluruh tubuhnya nyaris lumpuh seketika. Sesungguhnya, ia sangat menginginkan dapat melahirkan anak ini dengan selamat. Tapi, apa mau dikata. 


Sebenarnya ini sudah bulan ke delapan, dan artinya sebentar lagi ia akan melahirkan seorang bayi lelaki dengan sehat. Tetapi, dokter malah mengatakan sebaliknya. Ia memang merasa bahwa dirinya sama sekali tidak sehat. Badannya tidak enak, dan ia mengalami emesis kembali. Akhirnya ia memutuskan untuk memeriksaka dan diri ke dokter setelah sedikit mengalami pendarahan.
Ketika sang dokter memeriksa, ia nampak iba memandang dirinya. Janin itu sudah mati, dan membusuk di dalam rahim. Ya, Tuhan. Ia ingin berteriak, namun kondisi tubuhnya sangatlah lemah dan tidak akan mampu mengeluarkan teriakan sekalipun. Ia putus asa.

“Bayi ini harus segera diangkat sebelum ia membahayakan diri Anda, Nyonya.” Dokter itu berkata dengan nada tegas. 

Perempuan itu mengangguk. Ia pasrah, dan malas mencoba memeprtahanakan bayinya. Sudahlah, mungkin bayi itu memang harus kembali ke surga.
Operasi sudah ditetapkan. Untuk menunggu waktu operasi diperlukan waktu 24 jam. Ia harus berpuasa dan beristirahat di dalam kamarnya. Entah mengapa ia sangat mengingat tanggal 10 Oktober tersebut. Tanggal di mana nantinya ia akan dioperasi untuk mengangkat janin yang sudah membusuk di dalam rahimnya. Cara yang mengerikan untuk kehilangan bayi.
Sebelumnya, ia sudah menghubungi suaminya agar memberikan ijin melakukan opersi. Sang suami menyatakan ia akan segera pulan dari Mpwapwa, dan bergegas menuju Kiloleni. Selama sejam ia menunggu sendirian di dalam kamar. Anak-anaknya yang lain telah diasuh oleh istri kedua suaminya. Sedangkan orang tuanya masih di kantin. Ia menerawang memandang langit-langit kamar, dan mulai merasa kesepian.
Sebelum sang suami kembali dari Mpwapwa, ia tidak bisa berkata apapun pada dokter. Walaupun sang dokter mengatakan bahwa kondisinya kritis.
Kini di tengah keremangan kamar—karena ia tidak menyalakan lampu ia seperti mengantuk dan setengah tersadar. Ada sebuah bayangan lembut yang bergerak-gerak menuju ke arahnya. Ia memicingkan matanya. Merasa tidak sendirian di dalam kamarnya. Ia memutar pandangan dengan kepala yang lemah. Rasa sakit kembali menjalar di sekitar perut dan badannya.
Seperti mendengar sesuatu, ia memasang pendengarannya dengan baik. benar saja, itu suara azzana (adzan) panggilan shalat untuk orang muslim. Ia kembali berbaring dengan perut yang masih sakit. Saat itulah ia merasa sebuah tangan yang halus dan sangat dingin menyentuh lehernya. Sesaat kemudian, tangan itu bergerak menuju perutnya, dan seperti melakukan sesuatu.
Ia merasakan kesakitan yang luar biasa, dan seketika tidak sadar dengan apa yang terjadi. Setelah membuka matanya, seorang perawat tersenyum sangat manis kepadanya.
“Selamat Nyonya Matango, Anda telah melahirkan bayi lelaki yang sangat sehat.”
Ia terperanjat kaget dan seketika itu ingin meloncat melihat sang bayi. Tubuhnya rasanya lebih sehat dari sebelumnya. Hal yang luar biasa untuk perempuan setelah melahirkan. Ia merasa mendapatkan anugerah dengan itu.
Clemencial pun sudah mampu berdiri di atas kakiknya sendiri, setelah menderita kelumpuhan sedemikian rupa. Sang suami nampak tersenyum lebar melihat kondisi sang istri. Sementara anak-anak kegirangan mendapatkan adik baru yang lucu.
“Bagaimana kondisimu, Sayang?” Tanya Robert.
“Aku baik saja. Luar biasa, apa yang sebenarnya terjadi padaku?”
Mereka berpandangan dan memutuskan untuk membicarakan hal ini di rumah. Saat di rumah mereka berbincang dengan istri keduanya, Monica Leonard Jomanga.
“Saya melihat Kakak dalam kondisi yang kritis dengan bayi yang baru dilahirkan,” Ucap Monica. 
“Aku?” Tanya Clemencial.
“Iya, Kakak saat itu tidak sadar. Dan saya yang akan menjenguk menjerit kebingungan saat melihat Kakak tergeletak sedemikian rupa. Sementara sang bayi menangis di atas payudara kakak. Ia habis menyusu.”
“Ya, Tuhan. Terima kasih, telah menyelamatkan kami.”
Robert kemudian menyahut, “Tapi, kenapa sebelumnya dokter mengatakan kepadamu bahwa bayi itu telah mati?”
Clemencial nampak kebingungan, lalu berkata. “Ya, itu benar. Hasil USG mengatakan bahwa aku sudah kehilangan janinku. Janinku sudah membusuk dan harusnya segera diangkat lewat caesar.”
Mata Monica memicing, “Tapi .... bagaimana mungkin?”

“Itulah, adikku. Aku juga tidak mengerti isyarat apakah ini. Sesaat sebelum aku pingsan, aku merasa ada bayangan menyentuh leherku, dan aku mendengar suara adzan.”

Suasana menjadi senyap. Namun, mereka akhirnya memutuskan untuk tidak membaptis bayi tersebut. Bayi itu kemudian diberi nama Fidelis.
 

Membaca Hakika
Fidelis yang lucu dan menakjubkan telah merebut hati kakak-kakaknya. Ia menjadi perhatian utama di rumah besar itu. Fidelis kecil tumbuh menjadi anak yang cerdas dan tangap. Suatu ketika saat ia berusia sembilan bulan, ia menangis kencang di rumahnya tanpa ada yang mengerti bagaimana hal itu bisa terjadi.
“Ada apa Fidelis?” Clemencial tergopoh-gopoh menggendong anaknya. Namun tangis Fidelis semakin keras.
“Aku .... ingin ....baca!” Ia berseru menunjuk sebuah tayangan mengenai Al-Qur’an di televisi. Clemencial memandang dengan heran. Namun Fidelis tampak semakin lama  semakin menjadi. ‘
“Baca .... baca .... Hakika!” Sang anak berteriak dengan keras. Clemencial mengingat apa yang dialaminya saat di rumah sakit. Seketika itu, ia kemudian mengerti bahwa anaknya, Fidelis, menginginkan menjadi seorang muslim. Masih jelas di telinganya bagaiman suara azzana membelah-belah kesadarannya dan menyelamatkan dirinya di kondisi yang sangat kritis.
Hakika adalah kumpulan kitab-kitab fiqh dan segala hal mengenai syariat Islam. Wajarnya, bayi seusia Fidelis menginginkan untuk dibacakan dongeng, atau cerita-cerita lucu dan manis. Namun, nampaknya keinginan Fidelis sangatlah kuat. Ia meraung-raung jika keinginannya tidak dipenuhi. Akhirnya, Clemencial mengalah. Padahal, seperti orang tua Kristen lainnya, tentu saja ia menginginkan agar anaknya bisa dididik secara kristiani, namun Fidelis memang berbeda.
Selama kurang lebih 3 tahun Fidelis mendengarkan sang ibu membacakan untuknya Hakika. Semakin lama pengetahuannya semakin bertambah. Walaupun Fidelis hanya terdiam atau bahkan dalam keadaan bermain, namun Hakika di tangan ibunya harus terus dibacakan. Sebelum tidur pun ia meminta ibunya membacakan Hakika.
Semakin lama Clemencial merasa risih untuk membacakan isi kitab-kitab syariat Islam kepada anaknya. Sementara itu, keinginan Fidelis untuk dibacakan Hakika semakin besar. Hingga karena sudah lelah, ia memutuskan untuk membawa Fidelis ke sebuah masjid terdekat di kotanya. 
Benar saja, saat Fidelis memasuki masjid ia seperti menemukan lingkungan sesungguhnya.

Tanpa diminta siapapun ia naik ke atas podium dan di usianya yang masih 3 tahun itu ia menyiarkan khotbah dengan cara yang menakjubkan. Betapa terperanjatnya Clemencial, namun ia merasa berhutang budi dengan Islam. Akhirnya, ia membiarkan Fidelis secara rutin berkhotbah di dalam masjid tersebut. Tidak lama kemudian, Fidelis mengumumkan bahwa namanya sekarang adalah Syarifuddin Khalifah dan ia telah menjadi muslim. Sementara kakak lelaki yang biasa mengantarkan dia, juga ikut dirinya masuk Islam, dan berganti nama menjadi Yusuf.
 

Kakak lelaki lainnya, kemudian mengikuti jejak Syarifuddin Khalifah. Ia menjadi muslim. Sementara sang ibu nampaknya semakin kebingungan dengan apa yang terjadi. Ia berniat menghubungi suaminya, Robert, yang sedang ditugaskan di Lagos.
Robert nampak marah dan murka dengan apa yang terjadi. Sebagai seorang kristiani ia telah gagal menunjukkan kebenaran kepada anak-anaknya. Sehingga memutuskan untuk membun*h mereka dengan pistol. Robert adalah seorang pejabat kepolisian, maka tidak sulit bagi dirinya untuk mendapatkan pistol—barang yang langka di negerinya. Ia akan menemb@k mati anak-anaknya yang telah keluar dari Kristen dan menguburkan sendiri jenazahnya nanti.
Aroma kematian mengiringi kedatangan Robert kembali ke keluarganya. Ia marah besar dan meringsek tanpa melepas sepatunya yang berlaras panjang. Setelah ia masuk ke dalam rumah, ia disambut oleh Syarifuddin Khalifah yang rupanya telah menunggu kedatangan ayahnya dari tadi.
“Kenapa kau ajak kakak-kakakmu keluar dari agama kita?!” Suara Robert menggelegarkan amarah.
Di hadapannya, Syarifuddin menghadapinya dengan tenang. Bocah itu layaknya lelaki dewasa yang telah mengerti banyak hal. Melihat ayahnya mengacungkan senjata, bocah kecil itu hanya memandang tajam.
“Tidak mungkin kami menukar keimanan kami dengan kematian, Ayah. Sekiranya Ayah ingin kami mati di tangan Ayah, saya rasa kakak tidak akan keberatan. Demikian juga saya. Namun, apakah dengan kematian kami, cahaya Islam yang sedang terang benderang ini akan hilang begitu saja? Tidak Ayah. Inilah kemukjizatan Islam. Ia tidak akan luntur hanya karena kami mati. Kami mencintai Ayah. Namun, kami juga mencintai Pencipta kami, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tuhan yang telah menyelamatkan ibu, dan kami semua dari kematian. Tuhan yang akan menjaga kami dari kematian yang sia-sia.” 

Suara Syarifuddin yang tenang dan berkharisma mampu merontokkan kesombongan sang ayah. Robert meletakkan pistolnya dan jatuh terduduk. Entah, apa yang ada di pikiran lelaki itu. Namun, ia merasakan bahwa apa yang dikatakan anak terkecilnya ini adalah kebenaran yang terang benderang.

Mengislamkan Puluhan Ribu Orang
Syarifuddin kecil dengan kekuatan kharisma dan pengerahuannya yang mendalam mengenai Islam telah menjadi da’i paling diperhitungkan saat baru berusia lima tahun. Ia naik ke atas mimbar dan berapi-api mengagungkan Islam. 

Sebelumnya, masih banyak yang meremehkan kekuatannya dalam menyampaikan orasi. Ia hanya bocah berumur lima tahun, namun bagaimana mungkin dapat menarik simpati ribuan non muslim hingga mereka berbondong-bondong masuk Islam?
Suaranya yang tajam, berwibawa, dan lidahnya yang fasih mampu memikat siapapun yang mendengarnya. Tidak hanya itu, perlahan saudara-saudaranya juga masuk Islam dan merubah nama mereka.
•Yussuf Mikidadi yang sebelumnya mempunyai nama Kristen Michael
•Sarah Mikidadi yang sebelumnya mempunyai nama Kristen Sara
•Abubakar Mikidadi yang sebelumnya mempunyai nama Kristen Albert
•Abdillahi Mikidadi yang sebelumnya mempunyai nama Kristen Mesent
•Fadhila Mikidadi yang sebelumnya mempunyai nama Kristen Devother
•Ibrahim Mikidadi yang sebelumnya mempunyai nama Kristen Boniface
•Faudhia Mikidadi yang sebelumnya mempunyai nama Kristen Ramat
•Hamza Mikidadi yang sebelumnya mempunyai nama Kristen Samwel
•Sharifa Mikidadi yang sebelumnya memiliki nama Kristen Jane
Sementara itu, kedua orang tuanya akhirnya masuk Islam dengan penuh kerelaan. Maurice Robert Matongo menjadi Mikidadi Matango, sedangkan Clemencial Michael Isamaki menjadi Marriam, dan Monica Leonard Jomanga menjadi Mwanaisha.
Subhanallah, dakwah anak ajaib ini bukan hanya mentereng dari luar saja, namun ia berhasil pula mengislamkan keluarganya untuk kembali kepada fitrah.
Kekuatan orasi, argumen, dan pengetahuannya yang mendalam tentang Islam telah menjadikannya sebagai sarana hidayah masuknya ratusan ribu orang ke dalam agama yang lurus ini. Ia telah berkhotbah di banyak tempat.
Dari Maret sampai Desember  ia berkhotbah di Dar es salaam, wilayah Pantai Gading, di dalam wilayah Lindi.

Dalam Mtwara dan Songea, Tunduma, Mbinga dan Ruvuma, dimana total 7.805 orang kembali ke Islam. Dari bulan Mei  sampai Januari, ia berkhotbah di wilayah Morogoro, di Tanga, Iringa, Dodoma, Singida, Arusha, dan Moshi di wilayah Kilimanjaro.

Pada tahun yang sama Sheikh Syarifuddin Khalifah yang kemudian dikenal sebagai Shariff Mikidadi Matango memulai dakwah internasional dengan pergi ke Kenya. Sementara di Kenya, ia berkhotbah di Mombasa, Malindi, dan Voi, di Kitui, Matinyani, dan Mwingi. Kemudian pindah ke Nairobi City. Selama kunjungannya di Kenya, total 38.942 orang kembali ke Islam.
Selama tahun itu ia juga mendapatkan undangan melalui Kedutaan Besar Arab Saudi di mana Raja Fahad secara pribadi mengundangnya untuk melaksanakan haji di Mekah. Bersama tim dakwahnya, Sheikh Sharif, ibunya, Said Suleiman, Said Omar dan Abu Bakar. Pada bulan Oktober sampai Maret, Sheikh Sharif berkhotbah di Dodoma Daerah, Arusha, Msoma, Mara, wilayah Mwanza, dan Bukoba di Wilayah Kagera, dimana total 6200 orang memeluk Islam.
Maret 1998 sampai 8 Juni 1998 beliau berkhotbah di Kenya mulai di daerah  Nakuru, di Kericho, Narok, Migori, Kisii, Kisumu, Mumias, Kakamega, Bungoma, Kapsabet, dan asrama Malaba, dimana total 3478 orang kembali ke Islam.
Dari  8 Juni 1998 sampai Desember 1998, ia berkhotbah di Uganda, mulai dari Mbale Soroti, Jinja, Lugazi, Mukono, Kampala, Entebbe, Hoima, Masindi, Nakasongola, Ruwero, Wobulenzi, Masakia, Lukaya, Mbarara, Kabale, Kisolo, Kihihi, Lukingili, Ntungamo, Bushenyi, Kasese, Port Fortal, dan Arua, dimana total 9781 orang kembali ke Islam.
Pada Desember 1998 sampai Februari 1999 ia berkhotbah di Rwanda, mulai dari Kigali, Rwamagana, Gisenyi, Ruhengeli, dan Butare. Dimana total 5430 orang kembali ke Islam, setelah itu Sheikh Syarif pergi dan memasuki Republik Demokratik Kongo, ia berkhotbah di provinsi Kivu, Goma di kota itu selama seminggu. Dimana total 514 orang kembali ke Islam.
Setelah dakwah tersebut sheikh Syarif melakukan perjalanan pulang ke Tanzania di mana ia melanjutkan berkhotbah. Pada saat ini total lebih dari 73.076 telah kembali ke Islam melalui usaha da'awah ajaib.
Pada bulan Juni 2000 Sheikh Sharif kembali mengunjungi Kenya, sementara di Kenya ia berkhotbah di Isiolo, Marsabit, Moyale dan asrama Ethiopia Kenya. Dalam perjalanan kedua ke Kenya 4230 orang kembali ke Islam.
 Setelah istirahat sejenak di Kenya Sheikh Shariff dan rombongan melintasi Kenya mulai dari Garissa, Wajir, Elwak dan Mandera di mana total 560 orang kembali ke Islam. Adalah beberapa karena fakta bahwa ini adalah Provinsi Kenya bagian Tenggara memiliki delapan puluh persen penduduknya adalah Muslim, sementara di Mandera ia juga memiliki kesempatan untuk berbicara dengan Muslim dari Somalia dan mengingatkan mereka tentang perlunya perdamaian untuk mengakhiri konflik berkepanjangan.
Ia mengutuk perang di Somalia dan beberapa saat memperpanjang khotbahnya hingga membawa hasil yang luar biasa di wilayah itu. Pertemuan ini diadakan di Burhayi dan Burhawa.
Ancaman Pembunvhan
Hingga kisah ini ditulis, Sheikh Syarifuddin Khalifah atau yang lebih dikenal dengan Sheikh Mikidadi Matango telah mengislamkan jutaan orang. Ia membuat banyak pihak terkaget-kaget dengan keajaibannya. Namun, bukan hanya itu terkadang ada beberapa pihak yang tidak menginginkan dakwahnya dilanjutkan hingga berkeinginan untuk membunvhnya. Saat ditanya hal tersebut, Sheikh Sharif menjawab.
“Kami ingin menegaskan bahwa kami barisan penjuang dakwah, yaitu orang-orang yang mengemban risalah Islam, memikul amanah dakwah. Mereka adalah orang yang siap menanggung resiko dalam menapaki jalan dakwah yang telah Allah gariskan. Tujuan dakwah mereka adalah untuk merealisasikan nilai-nilai Islam, menebarkan keadilan, menghormati hak asasi manusia, mencegah kezhaliman dan kediktatoran. Pejuang dakwah selalu menguatkan ikatan persaudaraan iman, kemanusiaan, dan keadilan.

"Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang Amat keras?” Mereka menjawab: “Agar Kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa.” (QS. Al-A’raaf [7]: 164)

"Hingga kapanpun kami akan selalu memperjuangkan Islam.”[]


Komentar

Postingan Populer