Kiat Cerdas Mengatasi Kenaikan Harga


Pusing karena harga-harga melambung tinggi? Ya, saya juga begitu. Tadi, saat berbelanja kebutuhan khas emak-emak di warung sebelah. Sang penjual ngomong, “Mbak, pada naek semua. Sepi jualan. Sepi pembeli nih.”


Rencanakan anggaran belanja sebaik mungkin. Pangkas kebutuhan tak perlu.

Ya. Perekenomian sedang lesu. Uang Rp 50 ribu sudah nggak bisa buat belanja harian. Harus yang Soekarno-Hatta. Barang yang didapatkan pun volumenya lebih sedikit dengan uang yang masuk. Praktis harus menambah dana untuk mencukupi kebutuhan.


Penyebab Kenaikan Harga
Apa faktor penyebab krisis ekonomi yang bikin kepala emak-emak macam saya ini pusing tujuh keliling? Banyak hal memang. Dan kalau diurai satu-satu pasti lebih pusing bacanya. Haha.

Pertama,yang jelas, inflasi pasti terjadi dari tahun ke tahun. Uang seribu pada tahun 90-an tentu saja berbeda dengan uang seribu saat ini. Dulu bisa buat beli rujak. Kalau sekarang boro-boro beli rujak yak, buat beli permen cuma dapat dua biji. Di sinilah nilai mata uang semakin berkurang dan terkikis inflasi.

Kedua, naiknya permintaan terhadap barang dan jasa. Semakin tahun, penghuni bumi makin meningkat. Demikian pula kebutuhan terhadap jasa dan barang. Jika tidak seimbang maka semakin banyak permintaan dan jika tidak bisa diatasi harga bakalan melonjak tinggi.

Ketiga, naiknya BBM. Jelas saja BBM yang naik akan berpengaruh pada meningkatnya kebutuhan kita sehari-hari. Sebab, seluruh ekspedisi pastinya juga bakal merasakan kenaikan biaya transportasi yang nanti ujung-ujungnya membuat harga produksi ikut-ikut naik.

Saya pingin ketawa miris saja kalau ada orang yang ngomong BBM yang naik tidak akan berpengaruh pada kita. Tinggal ganti sepeda motor sama sepeda angin saja. Beres.

Hallooo? Kok bisa mikir begitu sih? Aduh, logikanya dimana coba? Semua produksi dipastikan naik, sebab semua distribusi barang pastinya menggunakan akomodasi juga. Praktis biaya tambahan akan dibebankan pada harga penjualan. Nah, jadi imbasnya kemana-mana lah. Bukan hanya di kendaraan pribadi saja. Gitu loh!

Suka sebel saya kalau ada yang ngeles, BBM naik nggak bakal ngefek ke kita. Iyah, sebel. Sebab emak-emak macam saya ini yang pusing mengatur keuangan keluarga bagaimana. Belanja apa biar duit secuil cukup untuk sebulan? Bagaimana dengan biaya lainnya? Gas kan juga ikutan naik? Listrik juga gitu. *Haddeh jadi curcol.

Keempat, nilai tukar rupiah yang nyungsep terhadap dollar. Ini nih yang pastinya sangat kekinian. Rupiah kita terjun payung dari tebing tertinggi. Nyungsep plus tersungkur dengan sukses di kisaran paling memprihatinkan selama beberapa dekade terakhir. Apa penyebabnya? Banyaklah. Nggak pingin nulis saya. Nanti malah tambah pusing.

Ok. Stop dulu curcolan ala emak-emak saya ya. Kita balik ke dunia nyata. Harus positif lah.

Tarik napas. Tarik napas. Hembuskan.
Yang jelas harus berani hadapi kenaikan harga dengan semangat kepahlawanan ala emak-emak model kita ginih ya bu-ibu? Ini ada beberapa kiat dari perencana keuangan, dan para motivator. Saya merangkumnya untuk menghibur diri sembari berharap bisa melaksanakan poin demi poin dengan sukses. Hehe.

Hidup dengan Biaya Semurah Mungkin
Udah nggak mungkin lah belanja-belanji yang tidak begitu penting. Stop dulu beli pernak-pernik, dan fashion yang nggak penting-penting amat. Sisihkan dulu kebutuhan sekunder. Prioritaskan kebutuhan mendesak dan primer lebih dahulu.

Caranya? Mudah saja. Catat kebutuhan primer selama sebulan. Dananya berapa. Sisihkan dari uang belanja. Simpan. Nggak boleh diintip-intip. Biaya primer ini seperti kebutuhan keluarga, plus biaya rutin yang lain. Kayak belanja harian, listrik, gas, internet, pulsa, dan lain-lain.

Setelah itu, sisihkan untuk dana  darurat. Kita nggak tahu apa yang terjadi nanti bukan? Dana darurat ini harusnya ada untuk menghadapi segala hal tak terduga.

Selanjutnya, investasikan pada sumber daya yang bisa menghasilkan. Jika sudah memiliki jiwa emak-emak pengusaha, otomatis pasti berpikir uang yang lebih mending dibelikan sesuatu yang bisa menghasilkan uang kembali. Ya kan?

Sisihkan pula untuk sedekah. Jangan lupa. Ekonomi boleh krisis tapi Allah Maha Kaya!

Utamakan Belanja di Gerai Tradisional
Yup. Nggak perlu mempertahankan gengsi mah kalau sudah mepet-mepet begini ya bu-ibu. Sebaiknya kita terapkan hidup semurah mungkin. Belanja saja di pasar, warung terdekat dan tradisional. Sehingga tidak terbebani pajak tinggi.

Selain itu, kita turut mendukung pengusaha lokal dengan bersikap demikian. Agar solidaritas kita di saat krisis begini semakin erat. Sama-sama sedang mengalami masa yang tidak menentu. Perlu ketahanan dan energy besar untuk bertahan dan survive.

Cari Sumber Tambahan Lain
Nah, di saat dollar menggila begini, konon yang paling beruntung adalah para pekerja online. Hehe. Alias para publisher yang menayangkan iklan-iklan sponsor di blog mereka. Ya, gimana lagi. Sudah rejeki ya nggak boleh ditolak toh para mastah *sungkem hormat. Konon penghasilannya bisa melonjak tinggi karena nilai rupiah yang tersungkur ini.

Mau ikutan menjadi publisher? Ilmunya banyak kok di internet. Bisa mengikuti PPC macam Google Adsense, dan lain-lain. Berproses saja bersama waktu. Insya Allah, lama-lama bisa. Kalau saya sih masih ingin tahu ya. Belum mengerti apa-apa hehe.

Selain menjadi publisher, menambah penghasilan dengan berjualan online juga bisa. Atau menawarkan jasa. Jika agak kagok di depan internet, bisa kok berjualan offline dan menawarkan jasa di dunia nyata.

Konon Go-Jek menjadi salah satu bisnis yang paling menggurita di saat krisis begini.

Jadi, nggak perlu gelisah-gelisah amat. Insya Allah, jika kita berdoa dengan kencang, dan ditambah volume ibadahnya, Allah akan memudahkan. Keep spirit mak-emak![]

Komentar

Postingan Populer