Ketika Cinta Tak Berbalas

Terhormat saat masih sendiri hingga pernikahan nanti

Sudah beberapa hari ini Liya (26 tahun) merasa hidupnya kacau. Makan tak enak. Tidur pun tak nyenyak. Begitupun saat di kampus. Rasanya seperti berjalan melayang di udara. Sementara hati terasa perih terkoyak-koyak.

Rekan-rekan sekelas S2-nya melihatnya dengan tatapan aneh. Cuma hanya sekilas saja. Maklum, kebanyakan adalah pegawai ataupun mahasiswa dengan pemberian beasiswa bersyarat. Jadi, tak sempatlah mengurus kabar teman seangkatan.


Berbeda dengan rekannya di masjid. Beberapa akhwat juga agak curiga dengan perilaku Liya. Agak tidak nyambung dan senantiasa bermuka murung.

Anti, kenapa Ukh?”
“Nggak enak badan ya?”
“Lho, bukannya program itu sudah kita jalankan bulan lalu? Masak anti lupa, Ukh?”

Liya menepuk jidat jenongnya. Aih, keterlaluan banget sih aku ini. Jadi selemah ini gara-gara virus merah jambu. Ia kemudian beringsut menuju barisan terakhir. Takut ketahuan kurang konsen hari ini.

Aduh, kalau begini terus. Bisa-bisa rahasiaku ketahuan.

Selepas rapat, Liya pergi bersama teman-temannya ke tempat kajian. Seorang ustadz kemudian memberi kajian ringan seputar fikih pernikahan.

Yaelah. Pas banget buat aku nih.
Keluh Liya suntuk. Sembari mengusap keningnya.

Tiba-tiba sebuah salam dari pintu masuk terbuka. Seorang ikhwan berbaju koko warna krem, memberi isyarat kemudian bergabung bersama jamaah kajian sore itu.

Hati Liya berdebar kencang. Ah, ngilunya hati ini.
“Lho, bukannya Akh Salman mau merit bulan depan ya, Ukh? Anti dapat undangannya nggak?” tanya akhwat di sebelahnya tiba-tiba.

Seperti tak peduli, Liya susah payah menutup bening matanya agar tak kelihatan berair.

Iya, dapat sih. Kayak pegang sembilu.
Liya jadi melo-melo sepanjang kajian. Tak enak hati harus separah ini menyukai seseorang yang ternyata tidak membalas cintanya.

Sungguh malang aku ini.

Ketika Cinta Tak Lagi Ramah
Pengalaman Liya bisa jadi pernah dialami sebagian dari kita. Sudah ngebet merasa naksir sama seseorang, eh nggak tahunya tidak sampai ke pelaminan. Aduh, seperih itu kah rasa cinta?

Tenang, Ladies. Tidak semua seperti itu kok. Rasa suka pada lawan jenis adalah hal yang wajar. Apalagi bagi perempuan yang telah dewasa dan mulai ada keinginan untuk membina rumah tangga. Ada risiko jatuh cinta pada orang lain sebelum halal. Ya, memang ada.

Namun, tentu saja hal ini tidak diteruskan dengan hubungan yang diharamkan macam pacaran.

Tapi, gimana dong kalau seperti Liya ini?

Diam-diam naksir eh belum sempat untuk meminta di-khitbah atau mengajukan diri si doi udah kabur duluan merit sama perempuan lain.

Ya, namanya juga hidup, Ladies.

Kadang apa yang kita inginkan akan terlaksana dengan sempurna. Namun, kadang juga apa yang kita khayalkan tidak terwujud.

Sikapilah dengan sesuatu yang positif.

Boleh saja, kita meminta jodoh super ideal namun jangan lupakan pula kualitas diri kita. Apakah selayak itu kita mendapatkannya?

Atau malah kita cenderung mendikte Allah dengan doa-doa kita selama ini?

Harus dengan dia ya Allah, please!
Nah, yang seperti ini tidak perlu lah, Ladies. Sebab, Allah pasti tahu yang terbaik untuk kita bagaimana. Minta saja jodoh yang terbaik. Itu saja, cukup. Jika nanti engkau tidak mendapatkannya, maka dirimu tidak akan terpuruk begitu lama.

Sebab, mungkin Allah masih menyimpan doamu. Engkau minta jodoh yang terbaik. Jadi, dia memang belum layak untuk dirimu, Ladies.

Ada kisah pembatalan khitbah (lamaran) yang dialami oleh salah satu saudari jauh saya, sebut saja namanya Nina (25 tahun saat di-khitbah).

Ketika itu Nina dilamar oleh seorang ikhwan. Sudah sampai pada taraf sangat serius. Nina bahkan mendapatkan seperangkat perhiasan emas sebagai hantaran lamaran plus dengan tetek bengek khas adat Jawa.

Nina bahagia. Begitu pula keluarganya.

Enam bulan setelah masa khitbah, tiba-tiba ada kabar dari ikhwan pengkhitbah kalau ia membatalkan lamaran itu.

Ya, dengan mudah si ikhwan ini mencabut lamarannya dari Nina. Tidak ada alasan spesifik. Namun akhirnya terungkap, jika ikhwan ini menginginkan calon istri yang memiliki usaha atau berpenghasilan.

Sedangkan Nina, kala itu hanyalah gadis biasa yang telah menyelesaikan studinya di sebuah Ma’had. Tidak bekerja, dan tidak memiliki usaha apapun.

Ikhwan pengkhitbah ini bahkan menyatakan pada Nina, kalau Nina tak perlu mengembalikan perhiasan yang telah diberikannya.

Nina mengiyakan. Ia menerima dengan lapang keputusan si ikhwan tersebut.

Namun, ternyata perhiasan dari ikhwan tadi Nina jual dan uangnya ia gunakan untuk mentraktir teman-teman dan saudara-saudaranya. Mungkin dengan cara ini, Nina bisa melupakan ikhwan tersebut.

Nina lempeng saja. Tampak tidak terlalu terpuruk.
“Biarin ah, belum jodoh,” begitu komentar Nina ringan.

Belakangan setelah keduanya sama-sama berkeluarga dengan orang lain. Ternyata, Nina malah berhasil menjadi wirausahawati dan pemilik kos-kosan di sebuah kota besar.

Ia mengawali usaha dengan suaminya. Usaha ini sangat sukses. Nina tak perlu keluar rumah, ia mengendalikan usaha di dalam rumah bersama suaminya.

Subhanallah
. Begitu ternyata rahasia Allah.

Sedangkan si ikhwan yang dulu mengkhitbah Nina, ternyata mendapatkan jodoh akhwat yang (maaf) sakit-sakitan dan akhirnya tidak bisa bekerja apa-apa.

Ikhwan ini pun akhirnya harus merawat istrinya dengan sabar. Ia mendapatkan jodoh sebaliknya dari yang ia inginkan. Allah ternyata sangat adil ya, Ladies.
Begitulah terkadang rahasia hidup.

Menurut saya, sebaiknya untuk menikah niatkan saja karena Allah. Untuk menyempurnakan agama. Bukan diniatkan hanya karena ingin menambah kekayaan atau untuk investasi.

Nah, sudah baikan dari patah hatinya?

Kalau masih ragu-ragu, berikut ini ada beberapa hal yang bisa kita lakukan jika sedang mengalami hati remuk atau apalah yang berhubungan dengan kasih tak sampai.

Berpikirlah Positif
Kehilangan seseorang yang kita sayangi, atau yang kita angankan memang sakit. Tetapi, jika kita memiliki pikiran positif  hal tersebut akan sangat membantu. Sebab, semua masalah yang sejatinya kita hadapi saat ini ada dalam pikiran.

Jika pikiran kita menerima rasa tak bahagia ini dengan sangat perih. Rasa luka, marah, dendam, emosi dan sebagainya, hasilnya malah kita tidak bisa lagi berpikir jernih. Sehingga sulit untuk move on dari kegagalan ini.

Sebaliknya, jika kita menerima hal ini secara positif  walaupun dalam suasana yang kurang nyaman, akan membuat kita memiliki solusi dan keluar dari ketidaknyamanan ini.

Seseorang yang memiliki pikiran positif akan memiliki ketahanan yang kuat ketika menerima kegagalan. Sebab itu, hadirkan selalu pikiran positif di benak kita.

Bagaimana caranya? Yakin saja, bahwa Allah pasti menyimpan hikmah dan rahasia kenapa kita tidak berjodoh dengannya.

“Aku yakin Allah akan memberi yang terbaik untukku. Selalu ada hikmah dibalik ini.”

Kenali Emosi
Belajarlah untuk mengenali emosi yang sedang kita alami. Misalnya, kapan saat kita marah, sedih, terluka, kecewa dan lain-lain.

Dengan mengenali emosi, kita nanti bisa mengatasi masalah yang kita hadapi saat tensi sudah turun.

Saat kita kecewa, dan terpuruk karena belum berjodoh dengannya. Boleh saja mengatakan, “Oh, mungkin aku lagi kecewa dan terpuruk.”

Nah, saat emosi kita sudah stabil kita melangkah untuk move on. Yup, move on, Ladies. Nggak ada gunanya juga mengingat orang yang sudah menjadi kenangan, iya kan?

Pilih Teman dan Lingkungan yang Terbaik
Hidup diciptakan agar kita bisa memilih mana yang baik dan buruk. Sebab itu, pilihlah teman-teman dan lingkungan yang bisa menguatkan iman kita. Jika kita memiliki lingkungan positif maka hidup pun akan lebih cerah dan berkah. Jauh dari kata-kata ngenes.

Lagipula, walaupun cinta tak berbalas, dunia belum kiamat kan?

Semua masih baik-baik saja, dan beredar di tempatnya. Sama seperti hari-hari kemarin. Percayalah, Allah pasti tahu yang terbaik untuk kita. Kelak di kemudian hari. []

Komentar

Postingan Populer