Mencari-(kan) Jodoh Sesulit Menemukan Jarum dalam Jerami



Sudah beberapa kali ini, suami saya bercerita dengan mimik sedih. Yap, edisi mencomblangkan ikhwan yang cukup umur (kalau tidak mau dikatakan agak tua :D) dengan akhwat yang cukup matang berumah tangga gagal di tengah jalan. Ada saja alasannya.

Terkadang, pihak ikhwan merasa kalau si akhwat kurang cantik (laah, hari gini masih ada yak?), ataupun akhwat yang merasa kalau si ikhwan yang datang kurang mapan dan tidak (terlihat) sholeh. Begitulah lika-likunya.




Semakin matang usia para pencari jodoh ini, maka semakin rumit juga rumusnya. Entahlah, saya yang bukan comblangers saja, bisa menyimpulkan begitu. Yah, mungkin ini sifatnya subjektif. Tapi, suami yang sudah berpengalaman (anggap saja sudah bertahun-tahun) mempertemukan dua insan dalam mahligai cinta ini pun akhirnya seringkali angkat tangan.


Pernah, seorang ikhwan yang cukup umur (hampir berusia 40 tahun), dipanasi-panasi oleh suami saya agar segera memilih pendamping. Dia, si ikhwan ini, sudah bekerja, memiliki penghasilan yang lumayan, dan tidak ada masalah apapun dalam hidupnya.

Tapi, ternyata si ikhwan menolak. Ya, mungkin dia lebih memilih untuk memilih sendiri calon istrinya kelak. Ok, itu juga sebuah alasan yang masuk akal. Tanpa bantuan siapapun untuk taaruf. Namun, alangkah terkejutnya suami saya saat si ikhwan ini mengatakan.


"Ane belum bisa move on, Bro."

Laah, hari ginih? Usia sudah berapa mas? Pikir saya. Yah, mungkin ini bukan urusan saya sih. Cuma, mengajak pada kebaikan kan disunnahkan.

Lain lagi dengan para akhwat. Kebanyakan ada yang diperkenalkan hingga tiga kali dengan ikhwan berbeda namun tak kunjung cocok juga. Hingga ada yang sempat memutuskan berhenti di tengah jalan gara-gara hanya melihat profil sang ikhwan di media sosial.

Tapi, di lain kesempatan. Ada pula sih yang mudah saja dipertemukan. Bahkan sangat mudah. Klik. Begitu saja. Tanpa keseulitan. Tanpa rengekan ini dan itu. Tanpa raungan keraguan yang kadang kalau menurut saya sih itu salah satu bisikan setan :P

Sebenarnya apa alasan para jomblowan ini terlihat begitu sulit untuk menemukan tambatan hatinya?

a. Tidak berani membuat sebuah komitmen
Diakui atau tidak, terkadang banyak pula jomblowan yang takut dan ragu untuk memilih dan menambatkan hati pada pasangan karena merasa tidak mencintainya.

Kalau menurut saya sih, seseorang yang  serius itu akan mengajakmu menikah, bukan pacaran atau sekedar teman untuk curhat doang. Itu saja simple. Kalau si ikhwan ternyata suka lari sana-sini saat dirimu ingin membuat dia memutuskan ke tahap serius. Berarti dia bukanlah calon terbaik untukmu. Sebab  itu jangan habiskan waktu dengannya. Cari yang pasti sajalah.

Sebaliknya pun jika si ikhwan mau lumutan menunggu akhwat idaman yang cuma sekedar tepe-tepe dan tidak jelas maksudnya apa, sebaiknya alihkan bidikan dengan akhwat yang sudah berani membuat komitmen.


b. Takut Gagal dalam Membina Rumah Tangga
Ini ketakukan kedua yang paling banyak dirasa. Hanya gara-gara melihat rambut si ikhwan yang kurang terurus, sudah mikir nggak karuan. Atau hanya karena melihat si akhwat dengan sikap tegas, sudah mundur ngacir duluan. Kadang, banyak pula yang mempermasalahkan maisyah (mata pencaharian) si ikhwan. Kalau yang datang pegawai BUMN atau PNS, maka akan diterima dengan tangan terbuka.

Sayangnya, kebanyakan para pegawai ini, lebih memilih akhwat yang juga menjadi pegawai. Ikhwan yang kebetulan menjadi dokter, mungkin lebih memilih akhwat yang berprofesi serupa. Entahlah.


c. Belum Bisa Move On
Ini adalah alasan paling basi yang saya kenal. Halllooo? Ini dunia nyata, Bro Sis! Bukan film ataupun novel-novel yang punya alur berliku dan memiliki ending bahagia di akhirnya. Ini nyatahhh. Kalau engkau sendiri susah menyembuhkan luka hatimu dan merelakan sekeping darah itu dibawa seseorang maka selamat, jadilah dirimu mayat-mayat hidup yang tak punya harapan untuk diri sendiri.

d. Rumus Jodoh Terlalu Sempurna
Terkadang, standar seseorang untuk menemukan tambatan hati terlampau tinggi. Begitu tingginya standari ini, kadang malah membuat yang denger agak ngeri. Yah, sesempurna apa sih diri kita ini?

Coba saja patokannya sederhana. Ukur dari agamanya. Itu saja, boleh juga sih dari lain-lain. Hanya saja, kita kelak menikah itu bukan menggabungkan dua kekuatan super. Tapi, selaing melengkapi karena diri kita ini juga tidakalah sempurna.


e. Takut Tak Bisa Mencintai
Ok. Ini adalah proses taaruf, bukan pacaran. Kadang mungkin cinta tidak langsung datang begitu saja. Ia akan berkembang dengan waktu. Dengan komitmen untuk menggapai cinta Allah. Mungkin sebaiknya belajar fiqh nikah dulu biar mantep.

Well, silahkan tambah sendiri. Bagaimanapaun tetap saja jodoh itu di tangan Allah. Lha tapi, tapi, tapi kalau tidak (berusaha) diambil kan ya di sana terus Bro, Sis!
Afwan ye, ini uneg-uneg setelah dicurhatin suami kalau si akhwat rewel. Kemarin lalu si ikhwan yang rewel. Ya udahlah, peace! :))  (Puspita RM @oase_hati)

Komentar

Postingan Populer