Adu Pamer Belanjaan di Era Dollar Setinggi Mercusuar



Ok, saya mungkin agak lebay. Abaikan saja. Judul artikel yang penuh dengan ke-baperan akut ala emak-emak ini. 

Saya juga emak-emak lho. Tulen. Ibu rumah tangga yang hampir semua kegiatannya terpusat di rumah. Kalau kata adik ipar saya, “Dari tembok ke tembok.” Maksudnya, tembok dapur, tembok kamar mandi, tembok garasi, tembok pagar, dan lain-lain. 

Bukan belanjaan saya ya. 

Pasti seorang emak tahu rasanya jadi emak. Dengan buntut sudah tiga, alhamdulillah. Saya merasa harus memiliki daya juang super tinggi. Kata “harus” di situ memang harus diberi takkid. Penekanan, begitu kalau dalam bahasa Arab. 

Apalagi, untuk hidup di era ini. Saat UKM-UKM banyak yang gulung tikar gigit jari, akibat modal sudah tidak bisa diputar lagi. Itu kata, tetangga saya. Pegiat UKM yang harus tutup mulut eh maksudnya tutup usaha karena tak memiliki modal lagi untuk diputar. 

Ya, karena semua saat ini serba mahal. Boro-boro beli makanan ikan, beli makanan untuk mengepulkan dapur saja harus pasang ikat kepala agar tidak migren.

Nah, ketika news feed media social baru-baru ini dipenuhi dengan foto-foto hasil belanja di pasar. Dengan uang biru atau merah yang dikibar-kibarkan, sembari mengatakan, “Wah, murah banget niiiih. Saya bisa dapat buanyaak dengan 50 ribu lhoo. Kata siapa mahal?”

Ya, kata siapa? Mungkin kata emak-emak yang untuk memegang uang sebesar 50 ribu rupiah sehari hanya bisa di alam mimpi. Ataupun bapak-bapak yang harus menekuk muka memberi keluarga dengan 25 ribu saja sehari. Eiit itu untuk kebutuhan belanja ya. Belum untuk pengeluaran rutin bulanan. Macam listrik, SPP, PDAM, gas, pulsa, internet, dan lain-lain. 

Memangnya hidup cuma buat makan saja? Kalau kata orang di desa saya, “Emang buat mbadog saja yak?”

Begitulah. 

Tak perlu banyak alasan ngeles, kalau saat ini kita sedang dalam era paceklik. Masa yang mengharuskan siapapun untuk tidak gengsi memakai “ikat pinggang”, itu kata Dahlan Iskan. Masa saat UKM-UKM kempis-kempis harus memikirkan cara menghemat sehemat mungkin, atau irit seirit mungkin. Masa yang mengharuskan siapapun memiliki empati tinggi. 

Cukuplah empati. 

Tidaklah perlu memamerkan belanjaan sembari mengatakan kita sedang baik-baik saja, atau segalanya murah melimpah ruah. Sehingga emak-emak jadi melongo heran. Ini sedang nonton sinetron atau film fantasi? []

Komentar

Postingan Populer