Kriteria Paling Tepat Bagaimana Memilih Istri Terbaik dalam Islam

Seorang ikhwan, tentu saja memiliki pandangan tertentu bagaimana memilih istri sebagai pendamping hidup dan calon ibu dari anak-anaknya kelak. 
Ilustrasi: Pixabay
Ada yang demikian teliti, hingga beberapa guru pembinanya menyatakan terlalu pemilih, ada juga yang pasrah pada gurunya dengan tak enak hati. Loh, kok begitu? Padahal, memilih pendamping hidup haruslah ditentukan dengan iman. Bagaimana kesesuaiannya kelak dalam mengarungi bahtera hidup. 

Konon, seorang Ustaz pernah berkisah didatangi ikhwan dan meminta untuk menikah lagi, karena tidak merasa sreg dengan istrinya saat ini. Loh kok gitu? Tapi, ada faktor lain ternyata. Saat taaruf dahulu si Akhi ini tidak melakukan nadhar (melihat, bhs: Arab) calon istri dan sepenuhnya percaya pada guru pembinanya. Ternyata, calon istri tak seperti yang dibayangkan. Kecewalah, si Akhi ini. Dan kemudian memendam jauh hasrat untuk menikah lagi. 

Nah, agar kejadian demikian tidak berulang hingga kesekian kali. Alangkah baiknya, jika engkau wahai ikhwan, melihat dahulu calon istri yang hendak dikhitbah tersebut. Jika tidak sreg, mending tidak perlu maju ke pelaminan. Saya—sebagai Muslimah—sangat percaya, laki-laki sejati itu pejuang sekaligus pemberani untuk menentukan calon istri idamannya kelak. Bukan begitu? 

Memiliki Agama yang Terpuji 
Maksudnya, tentu saja akhwat saleha yang terbina dengan baik jauh lebih ketimbang yang belum taat. Saya tidak mengatakan, bahwa menikahi akhwat yang masih dalam proses hijrah itu tidak baik. Sangat baik, namun tentunya kita bisa menilai mana yang lebih baik dalam urusan agama. 

Hal ini sebagaimana hadis Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berikut: 
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Perempuan (pada umumnya) dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, keterhormatannya, kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah perempuan yang beragama agar engkau tidak rugi.” (Muttafaqun ‘alaih: HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dari hadis tersebut, Rasulullah dengan tegas menyatakan bahwa yang terbaik adalah agamanya. Biasanya memang, memilih jodoh tersebut terpaku pada nasab, kecantikan, harta, dan agamanya. Namun, dahulukanlah kriteria beragama dengan baik, jika ingin hidupmu kelak lebih baik, duhai Akhi. 

Memiliki Sifat Penyayang dan Subur
Pernikahan adalah ibadah mulia dengan maksud untuk membangun pondasi peradaban lewat keluarga-keluarga yang taat pada Allah. Sebab itu, Muslimah yang baik adalah yang penyayang keluarga dan anak, serta subur, atau bisa beranak banyak.

Diriwayatkan dari Ma’qil bin Yasar Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lalu berkata, ‘Aku mendapatkan seorang perempuan yang terhormat dan cantik. Namun ia tidak bisa memiliki anak. Apakah aku boleh menikahinya?’ Beliau menjawab, ‘Tidak.’ Lalu orang itu mendatangi beliau yang kedua kalinya, tetapi beliau melarangnya. Lalu ia datang kepada beliau yang ketiga kalinya. Maka beliau bersabda, ‘Nikahilah perempuan yang penyayang lagi subur. Sesungguhnya aku membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat (lain).’” (HR. Abu Dawud , An-Nasa’i, dan Al-Hakim, ia berkata, “Ini hadits sahih sanadnya, namun Al-Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya.” Dan, Ibnu Hibban)

Bagaimana kita bisa tahu, jika seorang perempuan tersebut berpotensi melahirkan anak-anak saleh? Kita bisa melihat keluarga dan pandangan Muslimah tersebut terhadap anak-anak. 

Berwajah Menarik 
Menarik tidak hanya yang cantik semata, namun yang sedap dipandang mata dan menenteramkan hati. Tentu saja sifatnya relatif. Tidak sama dengan kriteria kapitalisme yang mengharuskan perempuan berkulit putih, berhidung bangir, dengan alis tebal, dan berpostur tinggi. 

Namun, yang mampu merawat diri dengan baik sehingga bisa berpenampilan menarik di depan suami. Bertutur kata baik, dan menyenangkan. 

Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Sebaik-baik harta yang disimpan seorang suami adalah istri salehah; bila ia melihatnya menyenangkannya, bila memerintahnya ia menaatinya, dan bila ia tidak di hadapannya, ia menjaga (harta dan kehormatan suami)nya.” (HR. Abu Dawud, dan Al-Hakim, ia berkata, “Ini hadits sahih sesuai kriteria Al-Bukhari dan Muslim, namun keduanya tidak mengeluarkannya.”) []




Komentar

Postingan Populer