Bocah Cilik Penghafal Al-Qur’an (Ruqayyatu Fatahu Umar)

Al-Quran pedoman sejati hidup Muslim 

Hari-Hari Bersama Al-Qur’an
Angin berhembus kencang menerbangkan sisa-sisa dedaunan kering yang semalam tercuci air hujan. Hal yang sangat disyukuri perempuan muda berkerudung itu. Ia pelan-pelan melangkah di sepanjang jalanan yang berlumpur dan tergenang air. Warna tanah yang kemerahan, dan debu-debu yang tidak terbilas hujan masih saja menjadi pemandangan dominan di daerah tersebut. 

Noda terpercik di ujung rok panjangnya. Seharusnya, ia tidak berpakaian putih. Tapi lembaga tahfidz tempat bekerja mewajibkan memakai baju putih di saat mengajar. Sementara, si kecil yang berada di dalam ayunan punggungnya, masih terlelap karena harus bangun di waktu subuh.

Sayyada Maimunatu Syaikh Dahiru merapikan gendongan putri kecilnya, Ruqayyatu. Si kecil masih nampak asyik di dunia mimpi, sehingga goncangan lembut dari sang ibu tidak membuatnya bergeming sedikitpun.

Sudah pukul tujuh rupanya. Beberapa anak mulai memenuhi ruang kelas. Memakai baju putih dan membawa Al-Qur’an di tangan. Ia sangat bersyukur, walapun Nigeria adalah negara sekuler, namun di bagian utara kaum muslimin seperti dirinya masih dapat mengakses segala hal yang berbau keislaman. Sebab itu, ia tidak menyesal mengabdikan diri di sebuah lembaga tahfidz. Mengajar Al-Qur’an.

“Assalamu’alaikum, Rauqayyatu.” 
Sapa beberapa anak yang telah hadir sejak pagi tadi. Ruqayyatu mengerjap lucu, matanya yang bulat dan lebar memandang penuh minat pada anak-anak di sekelilingnya.

Anak-anak ini rata-rata berumur 8—14 tahun, dan mereka belajar Al-Qur’an di sekolah tersebut. Selain itu, juga ada kelompok remaja yang menghafalkan Al-Qur’an, mereka berusia sekitar 14—23 tahun. 


Hafalan akan dimulai dari ayat-ayat pendek, kemudian menyelesaikan juz ‘Amma. Baru setelah itu, menghafal juz 29, kemudian beralih ke juz 1 dan seterusnya. Hafalan dilakukan dengan cara memahami makna ayat, mengulang kembali, dan selanjutnya menghafal.

Untuk anak-anak menghafal memang lebih mudah dibandingkan orang dewasa.

“Wa’alaikum salam,” Ruqayyatu menjawab dengan lugas. Ia menarik bibirnya, dan meminta turun dari gendongan sang ibu. 

“Aku juga akan menghafalkan Al-Qur’an, Bu.” Pintanya pada Sayyada Maimunatu. 
Sang ibu menarik tangan mungil gadis cilik yang masih berumur 3 tahun 8 bulan tersebut, “Ya. Sayang, Ibu akan membantumu.” 
“Aku sudah banyak menghafalkan Al-Qur’an. Bolehkan aku ikut mereka?”

“Iya, tentu saja.” Sayyada Maimunatu menatap anak-anak kecil yang bergerombol dan membentuk lingkaran. Mereka saling bertukar hafalan. Saling bermuraja’ah, dan menyimak hafalan.

Beberapa lainnya, tampak asyik menyalin catatan ayat-ayat Al-Qur’an ke dalam buku tulis. Sedangkan yang lain ada juga yang komat kamit membaca Al-Qur’an dengan berdiam di pojokan dan tidak ingin diganggu.

Segera saja Ruqayyatu bermain di salah satu kelompok, tertawa-tawa dan mendengarkan anak-anak menghafal. Apabila bacaan salah satu anak keliru, ia akan membenarkannya keras-keras dan mulai mempraktikkan bacaan Al-Qur’an yang benar. Ia menirukan sang ibu yang mengajar kelas itu.
 

“Waah, Riqayyatu sudah hafal berapa juz?” Tanya teman-temannya yang usianya jauh di atas Ruqayyah. 
Ruqayyah yang sedang menikmati makan siangnya tertawa, “Hafalanku sudah sama dengan Ibu.” Katanya dengan bibir penuh dengan makanan.

Anak-anak yang lain saling menukar pandangan. Bocah lain seusia Ruqayyatu pada umur ini, masih belajar merangkai kalimat. Sementara bocah dihadapannya melesat jauh di depan mereka.
Ini sebuah keajaiban. 

Namun, pikiran anak-anak seusia mereka hanyalah rasa takjub saja. Mereka sangat ingin meniru kecepatan Ruqayyatu dalam menghafal. Prestasi sebaik ini memang patut dijadikan teladan.

“Yang benar, Ruqayyatu? Kamu hafal 30 juz?” Salah seorang anak perempuan berusia sekitar 12 tahun menatap tidak percaya. 
“Iya. Kata ibu seperti itu.” Ruqayyatu masih tidak merasa bahwa dirinya menjadi pusat perhatian di siang itu. 

Setelah shalat Dzuhur, kelas-kelas hafalan Al-Qur’an akan berganti. Anak-anak yang masuk pagi akan pulang sesusai melaksanakan penyetoran hafalan ke beberapa ustadzah termasuk kepada ibu Ruqayyatu. Kelas yang baru untuk anak yang lebih besar akan dimulai setelah shalat Dzuhur dan makan siang.
Sejak bayi, Ruqayyatu secara informal telah mengikuti kelas-kelas hafalan Al-Qur’an. Ia digendong sang ibu yang mengajar dari pagi hingga petang. Bacaan Al-Qur’an adalah daya tarik luar biasa bagi Ruqayyatu. Ia akan merasa tenang saat Al-Qur’an dibacakan. Ia juga senang mengikuti ibunya mengajarkan Al-Qur’an di kelas-kelas. Ia bermain dengan bahasa Al-Qur’an, dan sedetikpun tidak lepas dari suara Al-Qur’an.
Ketika sang ibu shalat, Ruqayyatu juga digendong didepan. Saat ibunya sujud, ia akan diletakkan. Sebagai seorang hafidzah, Sayyada Maimunatu memang harus melakukan muraja’ah Al-Qur’an. Selain untuk menjaga hafalannya, ini adalah salah satu aplikasi dari kemampuannya menghafal.

Maka ia membagi bacaan Al-Qur’an di setiap shalat wajib dan sunnah. Setidaknya, dalam sehari ia bisa menghabiskan satu juz dalam shalat-shalat wajib. Selain itu, ia akan membacanya lagi saat melakukan shalat sunnah. Subhanallah, hari-hari muslimah ini sungguh terjaga.

Sebab itulah, Ruqayyatu kecil sangat mencintai bacaan Al-Qur’an. Ia mendengarnya seperti mendengar degup jantungnya sendiri. Ia mencintai Al-Qur’an seperti mencintai sang ibu.

“Ruqayyatu, apakah kamu ikut ujian menghafal 30 juz?” Kata seorang anak yang duduk di sebelahnya. 
“Ujian apa itu?” Ruqayyatu kecil bertanya. Balita ini memang luar biasa. Hafalannya yang mendalam mengenai Al-Qur’an telah membantunya untuk dapat berpikir lebih abstrak. Ia sudah dapat menjawab pertanyaan, dan sudah bisa terlibat dalam sebuah pembicaraan. 

“Tentu saja ia akan ikut. Ia satu-satunya dari kelas kita yang sudah selesai menghafal 30 juz. Berbeda sekali dengan kita yang masih 4 juz ya.” Seorang bocah lain yang sedang membeber sajadah menyela. 
“Iya. Hebat sekali kamu Ruqayyatu.” 

Suasana siang itu riuh oleh tawa dan suara anak-anak di sekeliling Ruqayyatu kecil yang masih saja belum menyelesaikan makan siangnya. 

Kejutan Besar
Selepas shalat Maghrib berjama’ah bersama ibunya, Ruqayyatu memutuskan untuk tetap berada di pangkuannya. Mereka mengulang beberapa surah-surah Al-Qur’an sampai sang ayah, Fatahu Umar Pandogiri datang dari masjid. 

Fatahu Umar Pandogiri adalah seorang ulama muda yang cukup disegani di daerah tersebut. Fatahu Umar juga seorang penghafal Al-Qur’an. Keluarga kecil yang bahagia ini kemudian bersama-sama bermuraja’ah ayat-ayat Al-Qur’an. Setelah itu, Ruqayyatu mendekati ayahnya. 

“Bagaimana di kelas tadi, Ruqayyatu. Kamu tidak membuat Ibu, pusing kan?” Sang ayah bertanya sembari meletakkan Ruqayyatu di pangkuannya. Seperti lazimnya balita Ruqayyatu tampak senang dan menggelandot manja. 
“Tentu tidak. Sebab, aku sudah hafal Al-Qur’an, Ayah.” Ucap Ruqayyatu dengan nada bangga. Mata bocahnya yang lebar nampak begitu bening menatap sang ayah yang meletakkan korpus di atas rak. 
Fatahu Umar menoleh dan tersenyum lebar, “Ohya? Hebat sekali anak Ayah ini. Luar biasa!”
Ruqayyatu tertawa-tawa saat sang ayah mendukungnya di atas bahu. 

Sedangkan sang ibu hanya tersenyum penuh arti. Ia sangat bersyukur mempunyai keluarga yang luar biasa ini.

Keesokan harinya, saat Ruqayyatu dan Sayyada Maimunatu berangkat menuju sekolah Al-Qur’an, beberapa orang menatap mereka dan menyapa.
“Assalamu’alaikum, Ruqayyatu. Kamu hebat sekali, semoga Allah memberkahimu.”

Sayyada Maimunatu menatap heran, namun ia berusaha menjawab salam-salam yang diucapkan untuknya, dan Ruqayyatu yang tampak nyaman dalam gendongan anyaman di atas punggung. 

Saat mereka memasuki sekolah Al-Qur’an, sang kakek Syaikh Dahiru Usman Bauchi sedang menunggu di depan pintu sekolah. 
“Assalamu’alaikum, Ruqayyatu.” Sapanya hangat kepada sang cucu. 

Ruqayyatu yang baru diturunkan dari gendongan sang ibu menghambur ke pelukan kakeknya. 
“Wa’alaikum salam, Kakek. Apa kabar?” Ia bertanya dengan nada antusias. 

“Baik saja.” Sang kakek menatap Ruqayyatu dalam-dalam. Kemudian ia menoleh ke arah putrinya, Sayyada Maimunatu. 
“Alhamdulillah, beritu tentang Ruqayyatu bisa membuatku tidak tidur semalaman, Maimunatu.”
Sayyada Maimunatu nampak terperanjat, “Ada ... ada apakah, Ayah?” Tanya dia sungguh-sungguh.
 

Sang kakek menghembuskan nafas, kemudian mengulas senyum di bibirnya, “Ada dua wartawan sedang menunggu kalian di kantor sekolah.” 
Syaikh Dahiru Usman Bauchi merupakan pemilik sekolah AL-Qur’an itu. Ia merupakan salah satu ulama terkemuka di Bauchi, Nigeria.

Perjuangannya untuk menancapkan panji-panji syiar membuatnya menjadi ulama terkemuka dan disegani. Bukan hanya itu, Syaikh Dahiru juga sangat memperhatikan keluarganya.

Putrinya adalah seorang hafidzah Al-Qur’an, demikian halnya dengan menantunya, Fatahu Umar. Ia berdakwah di rumah, seperti halnya ia berdakwah untuk kaum muslimin Nigeria. Contoh teladan dakwah yang menakjubkan.


“Kakek bangga dengan keshalihanmu, Ruqayyatu.” Kata sang kakek dengan mata yang sedikit basah. Ia sangat terharu dengan kabar menakjubkan itu. 

Berita itu tidak hanya membuat Bauchi gempat, namun negara-negara lainnya turut takjub dengan berita itu.

“Dahulu, ibumu berusia 12 tahun saat ia selesai menuntaskan keseluruhan hafalan Al-Qur’annya. Tapi, ternyata kamu jauh lebih hebat. Karena usiamu baru 3 tahun saat menjadi hafidzah Al-Qur’an. Barakallahu laki ya Ruqayyatu.” Ia tidak sanggup menahan keharuan di dalam rongga dadanya.

Berita itu ia dengar lewat teman-teman mengajar putrinya, Sayyada Maimunatu. Kemudian secara tidak sengaja telah menyebar ke seluruh pelosok Bauchi, lalu melesat menuju sudut-sudut Nigeria.



Berita mengenai kemampuan Ruqayyatu dalam menghafalkan Al-Qur’an di usia sangat muda, yaitu 3 tahun 8 bulan, telah membuat tahun 2013 menjadi istimewa di mata kaum muslimin Nigeria.

Setelah panjangnya konflik bersenjata, dan intimidasi dari kaum sekuler, ternyata Allah membumikan rahmat di negeri hitam itu. Lewat seorang bocah cilik yang mampu menghafalkan Al-Qur’an di negeri non muslim ini.


Dua wartawan dari Sunday Tribune nampak menyambut mereka. Dengan penuh minat mereka menatap Ruqayyatu yang mungil. Sungguh tidak pernah disangka, bahwa Allah menurunkan rahmat-Nya lewat gadis cilik bermata lebar ini.

“Bagaimana seorang balita seperti Ruqayyatu bisa menghafal Al-Qur’an, Sayyada Maimunatu?” Wartawan itu bertanya penuh minat. Ia memandang Ruqayyatu yang sedang dipangku oleh Syaikh Dahiru.
“Ia sudah akrab dengan Al-Qur’an sejak kecil. Saat di kelas, saya sama sekali tidak menyangka jika ia menyimpan semua ayat-ayat itu di memorinya. Setiap hari, kecuali hari libur, Ruqayyatu menghabiskan 11 jam bersama saya mengajar Al-Qur’an.”
Wartawan tersebut berdecak kagum, “Apakah ia tidak kehilangan momen berharganya bersama teman-teman untuk bermain?”

Sayyada Maimunatu tersenyum lebar, “Tidak. Ia bermain bersama anak-anak di kelas. Ruqayyatu tidak menganggap Al-Qur’an sesuatu yang berat. 

Sejak dari kandungan ia telah akrab dengannya. Ia bersahabat dengan Al-Qur’an dan merasa tidak nyaman saat sahabatnya tidak ada.”

“Subhanallah, bagaimana perasaanmu Ruqayyatu?” Tanya sang wartawan. 

“Maksudnya?” Ruqayyatu dengan bahasa bocahnya berceloteh.

“Apakah kamu senang dapat menghafalkan Al-Qur’an seluruhnya?” Wartawan itu kembali bertanya. Kini bahasanya lebih sederhana. 

Ruqayyatu menarik senyum lebar di bibirnya, ia menjawab dengan tegas. “Alhamdulillah, aku bangga bisa menyelesaikan hafalanku.”

Sang ibu kembali berkomentar, “ Saya bersyukur bahwa ayah saya, telah memberikan jalan kehidupan terbaik kepada kami, yaitu belajar dan mengajar Al-Qur’an.”

Syaikh Dahiru memandang mereka dengan rasa takjub. Inilah kekuasaan Allah, sesungguhnya tidak ada yang mustahil bagi Allah. Allah telah memberikan ayat-ayat kebesaran-Nya pada setiap peristiwa. Termasuk kemampuan Ruqayyatu dalam menghafalkan Al-Qur’an. 

“Semoga Allah memberkahi Ruqayyatu, memanjangkan umurnya, agar ia bisa terus mengabdi dan memperjuangkan Islam di sepanjang hidupnya.” Sayyada mengucapkan perkataan itu dengan bibir bergetar.

Ruqayyatu Fatahu Umar,  menjadi salah satu penghafal Al-Qur’an termuda di dunia. Ia menggemparkan Nigeria di awal tahun ini. Ia menjadi sebuah keajaiban di tengah sulitnya kondisi yang dihadapi kaum muslimin di Nigeria. Ia telah menjadi pesan untuk kaum muslimin di dunia. 

Bahwa keluarga adalah tempat terbaik untuk belajar Al-Qur’an, dan belajar tentang kehidupan. Mari kita belajar dari si kecil Ruqayyatu Fatahu Umar yang hidupnya tidak bisa terpisah sedetik pun dari Al-Qur’an. []

Komentar

Postingan Populer