Plagiasi dan Kemampuan Berinovasi



Menulis adalah kemampuan untuk berinovasi

Bagi saya, membahas kasus plagiasi sama artinya dengan memegang granat di tangan. Jika tidak kuat dipegang akan menggelinding dan meledak.

Begitu banyak penulis pemula, dan penulis kawakan yang sesekali tersandung kasus plagiasi. Mendapat cap ‘plagiat’ sama halnya seperti stempel ‘adultery’ pada seseorang yang berzina di zaman tertentu. Perzinaan atas nama jurnalisme. Ada kasus-kasus yang bagi saya hanya sekadar ditampilkan untuk mem-bully penulis, namun sebaliknya ada juga yang memang benar-benar kasus plagiasi.

Bagaimana menyikapi ini? Saya belum pernah menjuluki seseorang sebagai plagiat. Karena kebanyakan kasus yang beredar di timeline Facebook saya adalah kasus penulis yang terlupa untuk mereproduksi bahan rujukan. Sehingga terkesan sama dengan hasil karyanya sendiri. Pun kemudian terlupa untuk menulis rujukannya.

Harusnya bagaimana? Sebuah karya fiksi ataupun nonfiksi saat ini sebagian besar terinspirasi dari karya penulis lainnya. Seorang penulis harusnya memiliki kemampuan untuk mereproduksi naskah agar bisa lebih baik lagi. Dengan nalar konektivitas yang dimilikinya, saya yakin penulis bisa berinovasi untuk hasil terbaik.

Saya pun masih belajar tentang hal tersebut. Belajar lagi dan lagi.

Apa Plagiasi Itu?
Jika kebetulan anda sempat mengetik kata ‘plagiasi’ dalam KBBI Daring, saya yakin anda tidak akan menemukannya, sebab itu bukan kata baku. Plagiarisme adalah kata baku dari plagiasi. Plagiarisme merupakan penjiplakan yang melanggar hak cipta.

Adapun plagiat menurut KBBI Daring adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri.
Era sosial media, membuat banyak orang menjadi jurnalis dadakan. Penulis berita, kini tidak hanya monopoli wartawan yang memiliki kartu pers saja, namun lebih dari itu. Semua orang bisa menjadi pewarta sekaligus penulis dan pujangga. 

Status, tweet, atau apapun itu, biasanya menjadi viral jika memiliki keunikan tersendiri. Sebaliknya, jika tidak memiliki nilai komersil akan tenggelam dengan sendirinya, sesuai dengan keinginan si penulis status. Sekadar menulis untuk melampiaskan uneg-uneg.
Namun, bagaimana jadinya jika status atau tulisan artikel viral tetapi kemudian terindikasi merupakan karya plagiarisme? Anda tentu bisa menilainya sendiri.

Lalu bagaimana mudahnya memahami plagiarisme itu?
Pendapat Tasaro GK berikut tentang plagiarisme bisa membuat kita lebih mudah memahami.

Sederhananya begini.
Anda tidak akan disebut plagiat jika menulis ayat atau hadis karena anda menulis sumbernya. Namun, anda akan disebut menjiplak ketika menggunakan paragraf orang lain untuk menyempurnakan artikel anda. Sebab, anda tak menulis sumbernya, dan mengakui kalau itu jerih payah anda. []


Komentar

Postingan Populer