Di Negeri Paman Sam, Aku Masuk Islam (Muhammad Alexander Petrz/ Muhammad Abdullah)



Hidayah bisa datang pada siapa saja

Bocah lelaki itu masih nampak menekuri buku tebal di hadapannya. Matanya yang biru, dan rambutnya yang kelam sedikit kemerahan seperti menyatu dengan gerakan kepala. Sementara tangannya yang mungil asyik menelusuri paragaraf di dalamnya. Di sampingnya ada beberapa kudapan khas anak-anak.


Snack jagung, pizza, dan beberapa batang coklat. Sesekali ia menggeliat. Ia masih nampak antusias membaca halaman demi halaman buku yang bertuliskan dua bahasa tersebut, bahasa Inggris, dan bahasa Arab.

Tidak lama kemudian, alarm jamnya berdering nyaring. Suara adzan menggema di perpustakaan mungil di dalam rumahnya. Ia terkesiap. Bocah berusia 7 tahun itu tergopoh-gopoh melangkah menuju kamar mandi. Mengambil wudhu dengan khusyu’ dan mendirikan shalat.

Ia adalah Muhammad Alezander Peterz, bocah yang menggemparkan Amerika, karena tekadnya untuk memeluk Islam sejak dini. Terlahir dari orang tua Nasrani, tidak membuat Alex buta dalam memandang cahaya Islam. Sungguh Islam adalah agama yang menentramkan, bahkan untuk bocah seusianya. 

Keistimewaan Alex, memang jarang ditemukan pada bocah seusianya. Ia amat gemar membaca. Bahkan buku-buku yang dibacanya adalah buku-buku ‘berat’ untuk anak seusianya. Sebelumnya, ia telah membaca berbagai buku mengenai agama-agama lainnya. Namun, hidayah memang sepenuhnya milik Allah. Tidak perlu ada misionaris. Tidak butuh rekayasa. Cukup Allah yang membuka hati, maka siapapun tidak akan menolak. Inilah kemewahan iman.
 

Selesai menunaikan shalat, Alex berdzikir. Ia memuji kemurahan Allah atas hidayah ini. Amerika Serikat, bukanlah negara muslim. Kebanyakan penduduknya menganut nasrani. Walaupun negeri Paman Sam ini terkenal akan kehebatan ideologi demokrasi, namun bukan suatu jaminan bahwa memeluk Islam di negeri ini penuh dengan kemudahan. Bahkan mungkin sebaliknya. Bocah berwajah tampan itu menengadah dan berdoa.
“Alex?” Terdengar suara ibunya di balik pintu kamar. 
Alex dengan mata birunya yang bening beranjak menuju pintu, “Ya, Ibu? Ada apakah?” 
Sang ibu melihatnya mengenakan peci, sarung, dan baju koko. Ia tersenyum. Buah hatinya yang mungil ini baru saja menunaikan shalat. 
“Ada wartawan, kamu mau berbincang dengan meraka?” Sang ibu memegang pundak Alex. Dahi bocah itu mengernyit. 
“Kenapa?” Alex kecil bertanya penuh rasa ingin tahu. 
Sang ibu memandangnya dengan kasih, “Mereka hanya ingin tahu kenapa kamu memeluk Islam.”
Berita keislaman bocah ini memang menimbulkan perdebatan di berbagai pelosok Amerika. Bagaimana mungkin anak lelaki yang baru berumur 6 tahun masuk Islam dari hasil ‘studinya’ terhadap berbagai buku? Tanpa ada siapapun yang menyuruhnya. Apalagi orang tuanya adalah seorang non muslim.
Alex mengangguk. Ia tersenyum, mungkin asyik juga berbincang dengan wartawan.
Si Kecil yang Doyan Membaca
Walaupun lahir dan dibesarkan di sebuah negeri yang mayoritas penduduknya adalah non muslim, namun hal ini tidak menjadikan orang tua Alex mempunyai pendapat yang miring terhadap Islam. Secara khusus, Alex dibebaskan untuk menganut agama yang disukainya.
Orang tuanya menginginkan agar sang anak memeluk sebuah agama yang diyakini, dan tanpa paksaan. Pandangan ini cukup berani, mengingat tidak semua orang tua membebaskan anak-anaknya untuk mengeksplorasi diri mereka. Keyakinan apa yang akan diambilnya.
Perbedaan mencolok inilah yang mampu membuat Alex kecil tertantang untuk membaca berbagai buku-buku keagamaan.
“Bu, bolehkan aku membaca buku tentang agama-agama di dunia ini?” Alex kecil bersandar di bahu ibunya. Sang ibu menatap anaknya yang mungil.
“Tentu, tapi apa kamu tidak pusing? Buku-buku tentang agam terkadang berat dan membosankan.” Ibunya menjelaskan.
Alex mengedikkan bahunya. Tertawa. “Aku masih sering bermain. Melompat, dan main baseball. Aku tidak akan pusing. Lagipula, rasanya menantang sekali bisa membaca buku orang dewasa.”
“Buku orang dewasa?” Sang ibu menjentik hidung Alex. 
Alex tertawa berderai, “Rasanya enak mungkin, jika aku dianggap sudah dewasa.”
Kebanyakan anak-anak di Amerika memang memiliki kecenderungan untuk bertingkah lebih mandiri dan tidak manja. Hal ini juga dilakukan oleh Alex. Baginya, sangat menantang melakukan sesuatu yang sebenarnya masih ‘berat’ bagi bocah seusianya.
Suatu ketika, sang ibu dan ayah datang membawakan beragam buku keagamaan untuknya. Seperti janji sebelumnya, sang ibu memberikan buku-buku tebal dan dalam mengenai agama-agama di dunia. Baik agama samawi, maupun agama bumi. Alex dengan antusias menerimanya. Mata bocahnya berbinar seperti halnya saat ia menatap bola baseball.
Alex menata buku-buku agama itu di dalam perpustakaan mungil keluarganya. Buku pertama yang diambilnya adalah buku mengenai agama yang dianut oleh orang tuanya, agama Nasrani. Kemudian berlanjut kepada agama-agama lainnya. Saat ia melihat tulisan yang aneh di dalam salah satu buku, ia merasa penasaran. Ia melihat terjemah dari tulisan itu, rupanya ini yang disebut huruf Arab.
Seketika ingatan Alex mengembara menuju tempat eksotis yang dipenuhi oleh padang pasir, pohon-pohon kurma, dan langit yang dipenuhi dengan bintang. Apa benar tulisan ini berasal dari sana? Alex tampak antusias.
Hal pertama yang membuat Alex tertarik dengan Islam adalah ajarannya yang tidak membedakan ras. Islam begitu membumi, mudah, dan menenangkan. Tidak ia temukan konsep ketuhanan yang membingungkan sebagaimana ia rasakan pada saat membaca konsep-konsep agama lainnya.
Ia menyimpan buku-buku keislaman di dalam tasnya. Dengan harapan, saat di sekolah besok ia bisa membacanya di dalam perpustakaan.
Benar saja, semakin lama ia mendalami tentang Islam. Ia semakin tertarik dan jatuh cinta pada agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.
Saat berada di sekolah, Alex belajar sebagaimana anak-anak yang lain. Namun, ketika jam istirahat ia akan makan siang bersama teman-temannya, kemudian menyelinap masuk ke perpustakaan ataupun beranda sekolah. Ia seperti terhipnotis dengan buku-buku tentang Islam.
Walaupun selama ini pandangan Barat akan Islam sanga inferior, dan tidak mencerahkan. Namun, tetap saja Alex mampu menepis pandangan itu di dalam kepalanya. Ia sangat menyukai konsep Islam mengenai Tuhan. Benarlah yang disabdakan oleh Rasulullah Saw.
“Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi” (HR. Bukhari).
Seorang bocah lelaki melihatnya sedang asyik membaca buku fenomenal Islam and Western Society: A Refutation of the Modern Way of Life, karya Maryam Jameelah, seorang mualaf Amerika yang sebelumnya penganut agama Yahudi.
“Hei, buku apa itu Alex?” Sang teman menyentuh pundaknya. 
Alex tergagap, kemudian menguasai dirinya dengan baik, “Buku filsafat, kamu mau baca?” Ia menantang bocah lelaki berambut pirang di hadapannya. 
“Ah, malas. Kenapa tidak baca komik saja?”
Alex tertawa, “Sudah bosan aku.”
Demikianlah. Ia terus membaca buku-buku mengenai Islam. Islam and Orientalis,  Islam in Theory and Practice, dan Islam and the Muslim Woman Today, karya Maryam Jameelah. Juga beberapa buku karya mualaf Islam di negeri-negeri barat.
Umat Islam Tidak Menyembah Ka’bah
Konsep Islam mengenai ketuhanan telah lama membuat Alex terpukau. Hanya Islam satu-satunya agama yang mampu menjelaskan bahwa Tuhan Allah itu Tunggal, Mahakuasa, dan Mahaperkasa. Walaupun seringkali umat Islam dianggap menyembah Ka’bah, namun dengan logika yang luar biasa Alex mampu menjawabnya. Umat Islam menyembah Allah, Ka’bah hanyalah arah yang menyatukan umat Islam.
Ka’bah sesungguhnya hanyalah kiblat, yaitu arah dimana kaum Muslim menghadapkan wajahnya ketika shalat. Jadi ketika shalat seorang Muslim sama sekali tidak menyembah ka’bah yang tak lain adalah batu persegi empat. Sekali lagi tidak. Yang disembah seorang Muslim hanyalah Allah, Tuhan seru sekalian alam. Yang diikrarkan seorang Muslim pertama kali masuk Islam adalah aku bersaksi tidak ada Tuhan kecuali hanya Allah.
Di dalam Islam, tata cara ibadah semuanya diatur secara sempurna. Yang mengatur tata cara ibadah itu adalah Allah. Rasulullah hanyalah utusan Allah yang menjelaskan tata cara ibadah itu. Tidak ada campur tangan manusia dalam hal aturan dan tata cara ibadah kepada Allah. Termasuk ke arah mana wajah harus dihadapkan ketika ibadah. Allah sendirilah yang menentukan ke mana wajah hamba-Nya menghadap ketika beribadah kepada-Nya.
Di dalam Al Qur’an, surat Al-Baqarah (2) ayat 144, Allah berfirman .
  
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96], Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Baqarah [2]: 144)
Tujuan menghadap ke arah yang sama, yaitu ke arah ka’bah adalah untuk menyatukan umat Islam di manapun mereka berada. Jika tidak disatukan Kiblatnya, umat Islam akan susah melakukan shalat berjamaah. Dalam satu masjid bisa terjadi ada yang shalat menghadap ke utara, ada yang menghadap ke selatan, ada yang menghadap ke tenggara dan lain sebagainya. Ibadah shalat jadi tidak khusuk. Persatuan tidak mudah tercipta.
Demi menyatukan umat Islam di manapun mereka berada, Allah memerintahkan umat Islam menghadap Ka’bah ketika shalat. Jika ia berada di sebelah utara ka’bah berarti dia harus menghadap ke selatan. Jika ia berada di sebelah timur ka’bah berarti harus menghadap barat seperti orang Islam di Indonesia. Jadi sekali lagi umat Islam tidak menyembah ka’bah.

Jika kita membaca sejarah dengan seksama, yang menggambar peta pertama kali adalah orang Islam. Orang Islam menggambar peta dunia dengan petunjuk arah selatan menghadap ke atas, sedangkan arah utara menghadap ke bawah. Dan bangunan Ka’bah berada di tengah-tengahnya. Jadi dalam pandangan orang Islam, saat itu ka’bah berada di tengah-tengah peta dunia. Kemudian para pembuat peta dari Barat menggambar dunia dengan cara terbalik, artinya arah utara menghadap ke atas dan arah selatan menghadap ke bawah. Alhamdulillah, Ka’bah juga tetap berada di bagian tengah peta dunia.

Di Ka’bah ada batu hitam yang disebut Hajar Aswad. Ada riwayat menarik, Umar Bin Khattab ra. pernah berkata kepada Hajar Aswad, “Saya tahu engkau hanyalah sebuah batu yang tidak bermanfaat dan tidak merugikan. Jika aku tidak pernah melihat Rasulullah menyentuh kamu, maka aku tidak akan menyentuh kamu.” Sekali lagi, tak lebih dari sebuah batu. Tidak seorangpun di kalangan umat Islam yang beranggapan, bahwa batu-batu bertumpuk jadi Ka’bah itu adalah Tuhan. Sama sekali tidak ada yang beranggapan demikian.

Di zaman ketika Rasulullah Saw. masih hidup, bahkan ada sahabat yang bernama Bilal bin Rabbah ra. berdiri di atas Ka’bah dan mengumandangkan azan dari atas Ka’bah. Kalau orang Islam menyembah Ka’bah, bagaimana mungkin seorang penyembah menginjak-injak Tuhan yang disembahnya? Bilal bin Rabbah berdiri  ra. menginjak ka’bah tidak ada masalah. Sebab Ka’bah hanyalah sebuah batu, tidak kurang tidak lebih. Jadi anggapan bahwa orang Islam menyembah batu sangat jauh dari benar.

Yang disembah oleh orang Islam hanyalah Allah, Tuhan seru sekalian.

Alex pun menyadari bahwa banyak stigma negatif tentang Islam di dunia Barat. Namun, semakin dirasakan ia menyadari bahwa stigma itu berkesan menyudutkan dan tidak berimbang. Mengapa hal ini terjadi pada Islam? Hal ini menjadi sebuah tanya yang seringkali menghinggapi Alex. Ia semakin banyak membaca buku. Kini, tangan mungilnya sudah leluasa membawa buku-buku keagamaan, terkadang ia membaca di kantin. Kemudian merenung. Subhanallah, sebuah perjalanan iman yang luar biasa dari bocah bermata biru.
Bukan Menyembah Bulan, Tapi Menyembah Allah
Salah satu buku orientalisme Barat—disebutkan bahwa ia merupakan orang Arab Nasrani, Dr. Morey—berjudul Islamic Invasion. Dalam buku ini ada beberapa hal yang perlu dicermatinya. Pertama, buku ini adalah  cermin dari rasa permusuhan kalangan non muslim terhadap Islam yang tidak pernah berhenti. Kedua, ia adalah by-product dari frame-work kajian para Orientalis terhadap Islam.
Dalam buku Islamic Invasion, Alex mencermati beberapa hal. Tuduhan-tuduhan miring, mulai dari umat Islam yang menyembah Ka’bah, hingga lambang bulan bintang—yang kemudian hanya disebut sebagai bulan sabit saja, sebab bendera Amerika memiliki bintang.
Dalam buku tersebut Dr. Morey menuduh bahwa dipakainya lambang bulan sabit adalah karena adanya penyembahan dewa bulan dalam budaya bangsa Arab. Padahal logika ini tentu saja merupakan logika terbalik, jika demikian adanya apakah pengambilan lambang bintang David untuk orang Yahudi, menyatakan bahwa umat Yahudi menyembah bintang? Dengan demikian umat Kristiani jika menggunakan logika ini juga menyembah patung salib, atau menyembah matahari manakala mereka menggunakan tanda silang dari cahaya matahari.
Semakin lama, Alex meyakini kebenaran Islam. Di dalam Al-Qur’an disebutkan beberapa hal yang menolah penyembahan terhadap benda-benda selain Allah. 

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika ialah yang kamu hendak sembah. (QS. Al-Fusshilat [41]:37)

Ayat tersebut diperkuat dengan ayat lain yang menyatakan bahwa bulan bukanlah sesembahan. 

  
Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Luqman [31]: 29)

Demikian Islam menampik tuduhan menyembah bulan. Allah sendiri menyatakan dalam ayat-ayat tersebut bahwa adanya bulan, siang, malam, dan peredaran waktu merupakan salah satu tanda kekuasaan-Nya. Kekuasaan Allah yang mutlak dan tidak bisa disaingi apapun juga. Islam menghapuskan kemusyrikan.
Di samping itu, bulan hanya penentu waktu. Sebagaimana ayat berikut. 

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya[116], akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.

Asbabun nuzul dari ayat tersebut adalah riwayat Ibnu Abi Hatim rahimahullah, yang bersumber dari Ibnu Abbas ra., bahwa sahabat bertanya kepada Rasulullah saw.: “Untuk apa diciptakan bulan sabit?” Maka turun ayat tersebut yang memerintahkan Rasulullah untuk menjawab, bahwa bulan adalah untuk menunjukkan waktu kepada manusia kapan mereka harus memakai pakaian ihram pada waktu haji dan kapan harus menanggalkannya, atau kapan mereka harus memulai puasa dan kapan harus mengakhirinya.

Dari sini, dapat kita ketahui bahwa tidak ada kepentingan penyembahan kepada bulan, tetapi hanya sebagai Penunjuk pergantian waktu, seperti Haji dan Puasa. Pada masa Khalifah Umar umat Muslim membuat penanggalan berdasarkan hitungan bulan, yang dimulai sejak masa Hijrah.

Sedangkan kapan tepatnya penggunaan lambang bulan bintang sebagai simbol umat Islam adalah dimulai dari sejarah Kekhilafahan Ustmaniyah. Alex walaupun masih bocah, namun kekuatan dan kecerdasan nalarnya mampu membuatnya melihat cahaya terang dari sebuah buku. Kekhilafahan Islamiyah merupakan warisan terakhir kejayaan umat Islam. Mempunyai luas wilayah yang membentang dari dunia Timur hingga Barat. Melampaui tiga benua, Asia, Afrika, dan Eropa. Sedangkan ibu kota  dari kekhilafahan terakhir—Turki Utsmaniyah adalah Istanbul. Penaklukan Istanbul sudah lama diprediksi oleh Rasulullah Saw.
“Konstantinopel akan kalian bebaskan. Pasukan yang mampu membebaskannya adalah pasukan yang sangat kuat. Dan panglima yang membebaskannya adalah panglima yang sangat kuat.”
Alex membaca bahwa selama berabad-abad lamanya umat memimpikan kenyataan dari kabar gembira yang dibawa oleh Rasulullah Saw. tetapi, rupanya hal tersebut belum juga terwujud. Sejak zaman Khalifah Rasyidah hingga Bani Umayyah dan Abbasiyah. Pada masa Kekhilafahan Mulukut Thawaif sebagain dari wilayah Eropa seperti Spanyol, jatuh ke tangan Islam. Namun, tetap juga ibu Republik Romawi dan Byzantium ini belum mampu ditembus.
Baru pada masa Sultan Muhammad II atau lebih dikenal sebagai Muhammad Al-Fatih, Konstantinopel dapat dilumpuhkan lewat pertempuran yang mahadahsyat. Tujuan utama penaklukan ini adalah membebaskan rakyat Romawi dari penindasan rezim kerajaan. Sejak saat itu, Konstantinopel berubah menjadi Istanbul.
Wilayahnya adalah tiga benua dan semua peradaban yang ada di dalamnya. Saat itu bulan sabit digunakan untuk melambangkan posisi tiga benua itu. Ujung yang satu menunjukkan benua Asia yang ada di Timur, Ujung lainnya mewakili Afrika yang ada dibagian lain dan di tengahnya adalah Benua Eropa. Sedangkan lambang bintang menunjukkan posisi ibu Republik yang kemudian diberi nama Istambul yang bermakna : Republik Islam.
Bendera bulan sabit ini adalah bendera resmi umat Islam saat itu, karena seluruh wilayah dunia Islam berada di bahwa satu naungan khilafah Islamiyah. Tidak seperti sekarang ini yang terpecah-pecah menjadi sekian ratus negara yang berdiri sendiri hasil dari jajahan barat.
Wajar kalau lambang itu begitu melekat di hati umat dari ujung barat Maroko sampai ujung Timur Maroke. Inilah lambang yang pernah dimiliki oleh umat Islam secara bersama, bulan dan bintang.
Semakin Mencintai Islam
Lewat tekadnya yang bulat, dan kerja keras dari menelaah buku-buku keislama, Alex memutuskan untuk masuk Islam. Subhanallah, padahal Alex sama sekali belum pernah bertemu dengan seorang muslim. Secara otodidak ia mempelajari bagaimana seorang muslim menjalani syariat. Dari mulai bagaimana shalat, mengaji, hingga berpuasa.
Untuk shalat, ia membaca berbagai buku-buku fiqih. Dan secara langsung ia mencoba mempraktikkannya di kamar pribadinya. Ternyata, untuk melakukan shalat lima waktu seperti diperintahkan seringkali membuatnya kesulitan. Sebab, ia tidak bisa mendengar adzan.

Hal ini tentu saja membuatnya sangat sedih. Ia merasa kecewa dengan diri sendiri. Hari itu, ia tampak termenung di beranda rumah. Seharian tadi ia menghabiskan waktu untuk bermain bersama teman-temannya. Bersepeda mengelilingi kompleks.

Sang ibu tahu ada kesedihan di wajah Alex, ia pun menghampirinya. “Ada apa, Sayang?”
“Heemm.” Alex hanya mengeluarkan deheman panjang. 
“Tampaknya engkau bersedih?”
“Iya. Aku rasanya tidak nyaman.”
“Kenapa?” Sang Ibu merangkul bahu Alex. Alex menatap wajah sang ibu. 
“Aku masih belum bisa shalat lima waktu. Maksudku, aku seringkali tidak tahu kalau itu waktu shalat.” 
Sang Ibu menghembuskan napas panjang. “Kenapa tidak kau pasang saja alarm untuk waktu-waktu shalat itu? Kamu bisa mencari waktu shalat di internet. Atau jika kamu kesulitan, datang saja ke Islamic Center. Memang jaraknya agak jauh, tapi ibu akan mendampingimu ke sana.”
Wajah Alex  nampak sumringah mendengar penuturan sang ibu. “Wow, aku mau! Aku ingin ke Islamic Center. Di manakah gedung itu, Bu?”
“Ibu akan mencarinya.”
“Terima kasih, Bu.” Alex mencium sang ibu.
Perjuangan Alex untuk dapat shalat lima waktu di Negeri Paman Sam adalah hal yang luar biasa dan patut diacungi jempol. Tidak hanya itu, ia bahkan membuat ruangan khusus (rahasia) di perpustakaan sekolah, agar tidak melewatkan shalat Dzuhur. Demikian yang dituturkan Alex kepada wartawan muslim yang mewawancarainya.
“Untuk shalat lima waktu, aku membuat sebuah ruangan khusus di perpustakaan sekolah, agar tidak ketinggalan shalat Dzuhur.” Ucapnya pada wartawan saat sesi wawancara, sang wartawan bergumam kecih memuji keagungan Allah yang telah memberikan hidayah dan pemikiran cemerlang pada Alex.
Tidak hanya itu, bahkan secara khusus Alex juga memenuhi dinding kamarnya dengan gambar-gambar Ka’bah. Hal yang jarang kita temukan pada bocah di usianya. Selain itu, Alex juga berkeinginan untuk dapat menghafal Al-Qur’an. Untuk itu sedikit demi sedikit ia belajar bagaimana membaca Al-Qur’an. Tanpa seorang pun ada di sisinya untuk membantunya.
Semangat Alex yang luar biasa ini patut kita acungi jempol. Bagaimana mungkin seorang bocah bisa menjadi mualaf, dan berganti nama menjadi Muhammad Abdullah. Ya, Alex sangat mencintai Rasulullah Saw. sebab itu, ia mengganti namanya dengan nama beliau Saw. 
Untuk menjalankan syariat lainnya, misalnya larangan memakan daging babi. Alex mengindarinya sejauh mungkin, ia memberikan alasan.
“Aku sangat heran mengapa orang bisa memakan daging ham. Karena daging ham terbuat dari binatang yang kurang bersih. Tahukah kita jika daging ham membawa beberapa bibit penyakit yang seperti Cacing pita (Taenia solium), Cacing spiral (Trichinella spiralis), Cacing tambang (Ancylostoma duodenale), Cacing paru (Paragonimus pulmonaris), Cacing usus (Fasciolopsis buski), Cacing Schistosoma (japonicum), Bakteri Tuberculosis (TBC), Bakteri kolera (Salmonella choleraesuis), Bakteri Brucellosis suis, Virus cacar (Small pox), Virus kudis (Scabies), Parasit protozoa Balantidium coli, Parasit protozoa Toxoplasma gondii. Aku menghafalkan nama-nama cacing ini karena banyak yang bertanya kepadaku. Tahu kan, rasanya hidup di masyarakat yang mayoritas non muslim?”
Alex berhenti sejenak, kemudian melanjutkan. “DNA dari binatang itu mirip dengan manusia, sehingga sifat buruk ham dapat menular ke manusia. Beberapa sifat buruk ham seperti, binatang paling rakus, kotor, dan jorok di kelasnya. Kemudian kerakusannya tidak tertandingi hewan lain, serta suka memakan bangkai dan kotorannya sendiri dan kotoran manusia pun dimakannya. Sangat suka berada di tempat yang basah dan kotor. Untuk memuaskan sifat rakusnya, bila tidak ada lagi yang dimakan, ia muntahkan isi perutnya, lalu dimakan kembali. Lebih lanjut kadang ia mengencingi pakannya terlebih dahulu sebelum dimakan.

Selain alasan diatas ternyata ada beberapa penyakit lain yang dapat disebabkan oleh bab* seperti kholera bab* (penyakit menular berbahaya yang disebabkan bakteri), keguguran nanah (disebabkan bakteri prosilia babi), kulit kemerahan yang ganas (mematikan) dan menahun, penyakit pengelupasan kulit, dan Benalu Askaris, yang berbahaya bagi manusia. Sekarang kalian tahu mengapa aku tidak memakan daging ham. Di sekolah aku mengatakan kepada teman-temanku bahwa aku tidak memakan daging ham, dan tampaknya mereka mengerti.”

“Sedangkan di rumah, aku mengatakan pada ibu bahwa aku tidak memakan daging ham. Ibu sangat mengerti. Sehingga kami sekalipun tidak akan menemui daging ham di sini.”
Mengapa Palestina Dijajah?
Sejak menjadi seorang muslim, Alex merasakan ada yang berbeda dalam dirinya. Ia teringat bagaimana Margareth Marcus—seorang perempuan Yahudi—masuk Islam dan dikenal sebagai Maryam Jameelah, berujar.
“Transformasi pola pikir yang saya istilahkan sebagai ‘transformation from a kafir mind into a Muslim mind’ (transfomasi dari pikiran kafir ke pikiran Muslim) terjadi pada saya. Menurut saya, perubahan pola pikir yang memengaruhi perilaku dan tutur kata dalam kehidupan sehari-hari, akan terjadi bila seseorang memasuki ruang keislaman. Ada perbedaan mendasar antara pemikiran dari seorang Muslim dan non muslim.”
Ini pula yang kemudian membuat Alex mengkaji sejarah Palestina. Sebagaimana yang kita ketahui, Amerika memperlakukan Israel layaknya anak emas. Sehingga membuat sebagian besar rakyat Amerika lebih memilih untuk membela Israel ketimbang membela Palestina. Dalam wawancara dengan wartawan muslim tersebut, Alex mengucapkan keprihatinannya.
Sang wartawan bertanya kepada Alex. “Apakah kamu punya cita-cita Alex?”
Alex kecil yang datang dengan membawa mobil-mobilan berkata lugas, “Tentu saja. Aku ingin melaksanakan ibadah haji, dan mencium Hajar Aswad. Aku sangat ingin menziarahi makam Rasulullah Saw. Melihat negeri muslim, dan beribadah di sana.” Ia tersenyum kepada wartawan tersebut.
“Sebab itu, aku mulai sekarang mengumpulkan uang. Untuk berangkat ke Tanah Suci,  
“Ada hal lain yang kamu inginkan?” 
“Ya. Tentu saja. "Aku bercita-cita agar Palestina kembali ke tangan kaum muslimin. Ini adalah bumi mereka yang dicuri oleh orang-orang Israel (Yahudi) dari mereka.”

Sang ibu nampaknya ingin menyela perkataan Alex. Tetapi, Alex mendahuluinya.

“Ibu, harusnya membaca sejarah Palestina. Memang benar terjadi perampasan atas tanah mereka, Bu.”
Sang ibu tersenyum. Kemudian kembali memandang Alex. 
“Setiap memasuki bulan Juni, kaum muslimin yang cinta masjid akan teringat dengan peristiwa yang menyebabkan jatuhnya Al Quds Republik suci umat Islam yang ketiga ketangan Zionis Israel, Republik yang didalamnya ada masjid Al Aqsha, kiblat umat Islam yang pertama.”
Alex kemudian berhenti, dan berlari ke arah perpustakaan. “Tunggu ya. Aku akan berikan sesuatu untuk kalian.”
Sang wartawan mengangguk, sementara sang Ibu pun memandang anak lelakinya dengan heran. Tak lama kemudian, Alex datang dengan bebeapa buku di tangannya.
“Aku membaca sejarah. Baiklah, Ibu. Aku akan mengungkapkan kebenaran. Bahwa benar, Palestina dijajah oleh Israel. Tentu saja, ibu akan mendengarnya sekarang. Peristiwa dikuasainya Republik suci Al Quds dan masjid Al Aqsha oleh Zionis Israel diawali dengan perang Arab-Israel yang kedua, pecah pada tanggal 5 Juni 1967 M/ 1386 H, perang tersebut lebih dikenal dengan perang 6 hari, karena dalam tempo 6 hari pasukan Arab yang terdiri dari Mesir, Yordania dan Suriah dikalahkan Zionis Israel.”
“Selanjutnya, hal memalukan itu menjadi awal dikuasainya Palestina oleh Israel. Pagi hari tanggal 5 Juni 1967 tentara angkatan udara Zionis Israel berhasil menghancurkan pesawat-pesawat tempur Mesir, Yordania dan Suriah yang masih terparkir di bandara masing-masing, dampaknya adalah pasukan Arab tidak mampu melakukan perlawanan yang mematikan.

Pasukan Arab yang berperang dengan semangat Sosialisme dan Nasionalisme tidak mampu mengalahkan pasukan Zionis Israel yang berperang dengan semangat keagamaan, Yahudi. Akibat kekalahan pasukan Arab, Zionis Israel berhasil menjajah wilayah Palestina yang masih tersisa (Tepi Barat 5.878 km2 dan Gaza 363 km2), Gurun Sinai milik Mesir 61.198 km2, dataran tinggi Golan (Suriah) 1.150 km2.”


“Hingga kini siapapun akan tahu bahwa Israel melakukan berbagai hal yang memalukan di Palestina. Mereka tidak beradab. Membunvh anak-anak, dan wanita.” Wajah bocah Alex nampak sedih saat mengucapkan hal itu.

Sang wartawan tersenyum penuh arti kepada Alex. “Kamu adalah bocah yang mengagumkan Muhammad.” Ucapnya sungguh-sungguh. 
“Apa kita sudah selesai? Karena waktu Maghrib sudah tiba.” 
“Ya, kita sudah selesai.” Jawab sang wartawan dengan ceria.
“Ohya, tahukah Anda jika aku juga belajar mengumandangkan azan?” Tanya Alex kepada sang wartawan.
“Well, jika kamu tahu Alex mengumandangkan azan di kebun, kamu pasti akan terkejut.” Sang ibu menimpali. 
“Ohya?” Sang wartawan tampak terkejut.
“Baiklah. Aku akan mengumandangkan azan.” Alex berdiri dan meletakkan tapak tangannya di telinga. Kemudian suara bocahnya dengan merdu melantunkan azan.
Tanpa terasa dari kedua mata sang wartawan mengalir air mata keharuan. Subhanallah, terima kasih ya Allah. Engkau telah memberikan pada kami, bocah secerdas dan seshalih Muhammad. []


Komentar

Postingan Populer