Ketika Badai Menghantam Pernikahan

Jangan mudah mengatakan cerai 
Siapa pun tidak ingin rumah tangganya berantakan, sebab itulah Islam sangat menganjurkan agar kita berjuang untuk mempertahankan pernikahan. Walaupun kita tahu, bahwa pernikahan dan masalah rumah tangga adalah dua sisi yang tidak terpisahkan.

Tidak ada keluarga yang bebas ujian, itulah alasan setiap pasangan harus bisa melewati ujian demi ujian dari Allah.


Dimulai Dari Fase Ta’aruf
Apabila setiap pasangan memahami bahwa ujian merupakan hal yang tidak bisa dihindari, mereka akan berusaha mengantisipasinya sejak dini. Karena itulah sebaiknya sebelum menjalankan pernikahan setiap calon pasangan memahami dan berdiskusi mengenai peran serta tanggung jawab suami istri.

Hal ini dilakukan agar tercapai kesepakatan mengenai bentuk dan tanggung jawab antara suami dan istri kelak di kemudian hari. Usahakan pula untuk berdiskusi dengan calon pasangan mengenai tata cara mengelola keuangan, pembagian tugas, rencana memiliki anak, tempat tinggal, dan lain-lain yang dirasa sangat penting. Termasuk pula misalnya karir seorang perempuan setelah menikah.

Tentu saja pembahasan ini adalah hal yang sangat penting mengingat baik suami maupun istri pastinya memiliki rencana, dan harapan yang mungkin bisa berbeda.

Apabila timbul perbedaan yang signifikan di kemudian hari, maka tidak akan timbul gesekan yang keras di kedua sisi. Calon pasangan dan kita bisa mendiskusikan lebih dalam sehingga dapat mencapai titik temu sebelum melaksanakan akad nikah.


Jikalau masing-masing calon pasangan menemukan kesulitan saat berdiskusi di fase ta’aruf maka kita bisa meminta bantuan ustad ataupun konselor juga sesepuh yang ada di dalam keluarga.

Sebaiknya hal-hal yang sangat prinsip memang diutarakan ketika fase ta’aruf tersebut. Hal ini untuk menghindari terjadinya benturan ketika calon pasangan ini benar-benar menjadi pasangan suami istri.


Memahami Hal-Hal yang Mengokohkan Pernikahan
Pernikahan digambarkan sebagai pertukaran hak dan kewajiban serta penghargaan, dan penghormatan antara suami dan istri. Jauh dari itu pernikahan adalah bukti cinta kita kepada Allah, dan syariat-Nya.

Sebab itulah pernikahan membutuhkan kesepakatan-kesepakatan bersama sehingga terjadi proses pertukaran tersebut. Apabila tidak terjadi kesepakatan serta ketidak seimbangan diantara keduanya maka dikhawatirkan ada pihak-pihak yang dirugikan. Sehingga akhirnya tidak mencapai kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak. Tentu saja hal ini akan berimbas pada perceraian.

Menurut saya sebaiknya kesepakatan-kesepakatan yang menjadi prinsip memang sering didiskusikan sebelum pernikahan sehingga terjadi proses penyesuaian dan pembangunan hubungan emosional yang kokoh setelah pernikahan.

Tidak perlu malu untuk mengungkapkan beberapa hal prinsip terhadap calon pasangan kita. Sebab jika nanti kita menemukan ketidakcocokan yang sangat prinsip. Hal ini tentu mengecewakan kedua belah pihak. Memang pernikahan itu adalah proses belajar tiada akhir. Namun alangkah baiknya jika kita meminimalisasinya dengan baik.

Pilar Pengokoh Rumah Tangga
Ada beberapa hal yang bisa mengokohkan pernikahan. Pertama, adalah cinta yang tulus kedua, pihak, kedua, rasa hormat antar pasangan, ketiga, adalah keterbukaan yang didasari oleh kesepakatan sebelum terjadinya akad pernikahan, dan keempat, harapan dan cita-cita dalam bidang spiritual.

Semua bingkai tersebut harus didasarkan kepada pemahaman agama yang bagus sebab nilai agama adalah nilai yang sangat prinsipil dan sangat penting. Inilah salah satu hikmah mengapa Islam tidak memperkenankan pernikahan berbeda agama.

Jika calon pasangan memahami hal ini maka harapan harapan tercapainya keharmonisan dalam rumah tangga serta keselarasan dapat dengan mudah tercapai.


Jaga Komunikasi dengan Pasangan
Selain itu pasangan yang telah menikah harus menjaga komunikasinya sehingga intensif, dan berkesinambungan. Luangkan waktu bersama dan berdiskusilah. Jika memang sangat sibuk tetap luangkan waktu bersama, walaupun itu secuil menit untuk saling berdiskusi tentang hari itu dan apa yang terjadi pada hari itu. Bisa juga bercerita tentang masalah-masalah yang kita hadapi. Ah, tentu masing-masing pasangan lebih tahu hal yang paling enak dibicarakan bukan?

Ketika Badai Menghantam Pernikahan
Bagaimana dengan pernikahan yang sedang diombang-ambingkan oleh masalah? Sejatinya setiap pasangan harus memahami bahwa rumah tangga tidak selamanya mulus dan tanpa ujian. Ketika menemui cobaan yang agak berat maka tidak perlu merasa kaget.

Lalu apa yang harus dilakukan ketika muncul permasalahan yang berat dan sempat mengguncang biduk rumah tangga? Adanya PIL? WIL? Atau LDR yang terjadi bertahun-tahun antara suami dan istri? Ketiadaan anak? Dan mungkin banyak hal-hal lainnya.


Pertama, adalah melihat permasalahan secara jernih dan dengan kepala dingin.
Kedua,  melakukan komunikasi dengan cara yang empati sehingga masing-masing pihak bisa berpikir secara terbuka.
Ketiga, menghadirkan pihak ketiga sebagai penasehat.
Keempat,  adalah mencari solusi untuk mengakomodir kepentingan pasangan.
Kelima, adanya komitmen untuk melakukan perbuatan perbaikan demi perubahan bersama.

Saat pasangan menemukan permasalahan yang cukup berat sebaiknya setiap pasangan mengingat kembali komitmen yang telah disepakati bersama.

Hal ini memang tidak mudah dan membutuhkan perjuangan serta keseriusan tinggi namun menurut saya bukanlah sesuatu yang mustahil. Sebab saat kita berada pada titik terendah, justru saat itulah kita sebenarnya membutuhkan pendamping. Untuk melewati jalan berliku tersebut. Adanya pasangan di sisi kita memungkinkan kita bisa membagi beban hidup lebih baik.

Masalah Pasti Ada Solusinya 
Walaupun terkadang terasa sangat rumit namun jangan putus asa sebab dimana ada kemauan di sana pasti ada jalan.

Tidak perlu pula mengumbar kata perceraian saat diri kita dalam keadaan emosi, hal ini justru akan menambah permasalahan baru.


Memang terkadang ada pasangan yang melihat bahwa perceraian adalah satu-satunya jalan, padahal tidak seperti itu sebenarnya. Coba ingat kembali bagaimana kesabaran Khaulah binti Tsa'labah dalam menghadapi suaminya (baca artikelnya di sini)

Sang suami ini sudah tua, buruk akhlaknya, miskin pula. Saat Khaulah mengadukan akhlak sang suami ini Rosulullah saw. segera menjawab.

"Bertaqwalah kamu Khaulah, terhadap suamimu itu."

Rasulullah tidak meminta Khaulah menceraikan suaminya. Padahal sang suami sudah bertindak di luar batas. Justru Rasulullah meminta Khaulah untuk menambah kesabaran dan ketakwaan. 

Ini menunjukkan bahwa ladang pahala yang besar bagi istri jika bersabar atas ujian yang dihadapi.


Namun bukan berarti perceraian diharamkan, sebab jika sudah menyangkut masalah darurat atau adanya KDRT memang seharusnya perceraian menjadi sebuah solusi.

Jika hanya sekedar perbedaan prinsip semata sebaiknya digali kembali hal-hal yang mungkin bisa menyatukan pasangan tersebut. Misalnya saja bagaimana masa depan anak-anak dan masa depan kita di kemudian hari.


Mari mengukur sebatas manakah kemampuan diri kita beradaptasi terhadap pasangan ....

Jika sedang bermasalah atau menemukan sebuah jalan buntu dalam rumah tangga, coba kita mengeksplorasi diri untuk mencari sumber permasalahan tersebut.

Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mengukur kemampuan diri dan pasangan kita.

Pertama, coba tanyakan kembali kepada diri kita apakah kita sudah memenuhi hak pasangan?

Kedua,  apakah ada kesalahan yang kita lakukan sehingga timbul permasalahan tersebut?


Ketiga,  bagaimana pola pikir pasangan terhadap masalah ini?


Keempat, apakah saat kita berdiskusi kita malah cenderung selalu menyalahkan pasangan atau kita memang benar-benar mencari solusi untuk jalan keluar?


Kelima, apakah kita masih memiliki kepercayaan tinggi terhadap pasangan atau malah melihatnya sebagai masalah dalam hidup?


Dengan melakukan pengukuran diri ini diharapkan kita bisa menemukan titik permasalahan apa yang yang perlu diselesaikan.[]

Komentar

Postingan Populer