Jangan Menyerah, Allah lah yang Akan Menolong dan Mengajarimu untuk Bangkit



Pernahkah kita merasa bahwa dunia begitu gelap? Warna-warni indah yang biasa kita sentuh, saat itu sirna. Berubah menjadi hitam pekat. Seperti tidak ada cahaya. Layaknya kegelapan panjang yang tanpa batas.


Saat itu hari sudah senja. Saya, dan beberapa siswa sengaja berkunjung ke sebuah rumah. Rumah itu tidak jauh dari sekolah, cukup dekat. Sehingga kami sepakat untuk berjalan kaki. Sesampainya di sana, saya melihat banyak orang berkerumun di depan pintu. Sepeda-sepeda tampak berjubel tak tertata rapi di halaman. Ada sebuah mobil Avanza mencolok terpakir di sisi rumah.


Saya menarik tangan siswa saya--namanya Uswatun--untuk masuk ke dalam rumah itu. Pemandangan yang tampak sudah sangat memilukan hati. Seorang gadis berkerudung, berusia sekitar 15 tahun, mencium tangan saya. Di matanya, saya masih menangkap genangan air mata. 





Kemarin malam, berita duka itu saya terima. Dalila, seorang siswa di kelas saya, mendapatkan musibah. Rumahnya terbakar. Orang tuanya selamat begitu juga dengan Dalila. Sayang, adiknya yang berusia 4 tahun meninggal dunia. Tertimpa kayu penyangga rumah yang roboh karena lalapan api.

Tapi, ibu Dalila tampak tenang. Ia menyambut kami dengan senyum tipis. Matanya masih nampak sembab dan merah. Tapi dia tidak merintih ataupun menangis.      "Innalillahi wa inna ilaihi roojiun. Insha Allah, kami sedang diuji-Nya, Bu Guru. Doakan kami ya," kata Ibu Dalila lirih. Sayapun mengangguk. Sembari menahan air mata agar tidak jatuh. Saya memeluknya dengan erat.

Tak lama kemudian kami pulang. Di perjalanan anak-anak terheran-heran dengan sikap keluarga yang tegar itu. Kenapa mereka begitu tegar menghadapi musibah yang mengenaskan ini? Biasanya, seseorang yang sedang menghadapi kehilangan secara mendadak akan meraung-raung dan meratapi nasib.


Namun, hati saya tahu. Mereka punya 'resep rahasia' itu. Saya sangat yakin itu.

***
   
Ujian dan cobaan adalah sebuah keniscayaan dalam hidup. Ia akan datang silih berganti layaknya siang yang kemudian tenggelam oleh malam. Sebab itulah, ujian dan cobaan adalah sunnatullah yang senantiasa mengiringi hidup kita.

Kisah nyata tadi adalah sepenggal episode tentang ujian kehilangan--musibah yang tiba-tiba--merenggut seorang balita dari sebuah keluarga. Bukan hal yang mudah. Bukan pula perkara yang sepele. Tidak mudah untuk menghadapi sebuah rasa kehilangan.


Mungkin, suatu ketika kita akan diuji dengan kehilangan orang-orang terkasih. Di kali lain ujian juga bisa berupa kehilangan jabatan dan harga diri. Pada kesempatan berikutnya, bisa jadi harta yang selama ini kita banggakan diambil begitu saja oleh Allah Swt. Atau bahkan kasih yang tak sampai, dan jodoh yang tak kunjung datang adalah bentuk lain dari ujian Allah Swt.

Sikap Ibu Dalila tadi, sungguh terpuji. Ia menyikapi rasa kehilangan dengan bijaksana. Tanpa merintih, ataupun mengumpat nasib. Apa resep rahasianya? Saya berani mengatakan bahwa sikap qanaah (menerima dengan ikhlas) ini lahir dari buah iman kepada Allah Swt. Takdir-Nya. Ketentuan-Nya. Keputusan-Nya.

Hal ini mengingatkan kita pada kisah dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Tentang seorang shahabiyah--Ummu Sulaim--yang sedang kehilangan anaknya, manakala sang suami sedang berniaga ke luar kota. Sendirian, Ummu Sulaim merawat anaknya yang sakit keras. Lalu si anak meninggal. Dengan tabah, Ummu Sulaim mengurus penguburannya. Tatkala, sang suami datang, si anak sudah dikuburkan. Sang suami juga belum tahu bahwa anaknya telah meninggal.     Ummu Sulaim melayani suaminya dengan baik. Memberi kesempatan sang suami untuk beristirahat. Di sela-sela makan siang, Ummu Sulaim berkata pada suaminya, "Wahai Suamiku! Bagaimana pendapatmu dengan barang titipan? Jika Sang Pemilik, memintanya kembali?" Sang Suami pun menjawab, "Tentu akan kuberikan. Karena itu adalah kewajiban kita." Ummu Sulaim pun tersenyum, dan mengatakan, "Sesungguhnya Engkau benar. Itulah yang dilakukan Allah pada anak kita. Ia telah memintanya kembali ke haribaan-Nya." Sang Suami terkejut. Namun, akhirnya menerima hal itu. Selepas dialog singkat itu, sang suami menemui Nabi Muhammad Saw. Dan meminta pendapat beliau mengenai perilaku Ummu Sulaim. Nabi berkata, "Terpujilah istrimu. Apa yang dilakukannya sudah benar."


Subahnallah. Ummu Sulaim merupakan sahabat wanita utama yang memiliki perilaku mulia. Saat ujian datang kepadanya, ia menerima dengan ikhlas dan qanaah. Keimanan pada takdir Allah telah membuatnya memiliki sikap tegas dalam menghadapi rasa duka. Tidak berlarut-larut dalam kesedihan, melainkan memandangnya sebagai bentuk lain kasih sayang Allah kepada hambanya yang terpilih.


Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 214.

"Apakah kalian mengira, akan masuk surga (dengan begitu mudah)? Padahal belum datang kepadamu ujian berupa keburukan (dikucilkan), kesusahan (kelaparan), dan goncangan fitnah, hingga Rasulullah dan orang-orang beriman kala itu mengatakan, 'Kapan datangnya pertolongan Allah?' Maka ingatlah, bahwa pertolongan Allah sangatlah dekat."

Qatadah dan Asy-Syuddy dalam Kitab Tafsir wa Bayan oleh Syaikh Khusain Muhammad Mahluf, menyatakan bahwa asbabun nuzul[ Sebab turunnya ayat] dari ayat tersebut, adalah saat Allah Swt. menguji kaum muslimin di Perang Khandaq. Di Khandaq, kaum muslimin mendapatkan ujian kelaparan, rasa sakit, kefakiran, duka cita karena kehilangan, rasa panas membara, dan juga rasa takut dibunuh kaum musyrikin. Sewaktu-waktu nyawa bisa melayang. Ujian ini sangatlah berat. Sebab itulah, Allah memberikan perumpamaan pada orang yang sedang mendapatkan ujian. Apakah ujian yang kita dapatkan sebanding dengan ujian kaum muslimin di Perang Khandaq? Kalimat retoris yang perlu kita renungi bersama. Seberat itukah ujian kita saat ini?


Ayat tersebut ditutup dengan kata-kata yang sangat menyejukkan. "Maka ingatlah (wahai orang beriman) bahwa pertolongan Allah itu sangatlah dekat." Artinya, Allah akan selalu membersamai orang-orang yang sabar, dan menerima ujian dengan ikhlas. Allah akan mengganti kedukaannya dengan limpahan pahala. Juga kemudahan kelak dalam hidupnya di kemudian hari. Seperti firman-Nya, dalam surah A-Insyirah ayat 5.

"Maka sesungguhnya, di dalam kesulitan itu, selalu ada kemudahan."

(@oase_hati)

   
   
   
   

Komentar

Postingan Populer